Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segara Anakan Nyaris Tinggal Hikayat

Kompas.com - 27/01/2009, 08:58 WIB

PENANGKAPAN hiu dan lompatan lumba-lumba merupakan pemandangan paling disukai Kuswadi (30), warga Desa Majingklak, Kecamatan Kalipucang, Ciamis, Jawa Barat, kala mengarungi Laguna Segara Anakan di waktu kecil, sekitar 23 tahun silam. Kini, jangankan hiu dan lumba-lumba, ikan teri dan kepiting laut pun nyaris tak ada di laguna terbesar di Jawa itu. Bahkan, riwayat laguna nyaris tinggal hikayat.

Segara Anakan kini tak lebih sebagai bentangan tanah-tanah timbul di utara Pulau Nusakambangan. Sedimentasi besar-besaran telah mengubah bentang alam kawasan ini. Luasan laguna kini tak lebih dari 500 hektar, atau seperenam dari luas laguna tersebut pada 1984 yang kala itu 3.270 ha (data dari Departemen Pekerjaan Umum). Itu pun 70 persen adalah perairan dangkal yang kedalamannya 50 sampai 100 cm.

”Mungkin 10 tahun lagi saya tak menjadi nelayan lagi di sini karena laguna ini hilang. Berarti, saya harus siap-siap bekerja di daratan. Lihat saja, semuanya sudah jadi pulau. Padahal, lima tahun lalu saja belum parah kayak gini,” tutur Kuswadi getir, pertengahan Desember lalu.

Kekhawatiran itu barangkali mewakili kegundahan semua warga di sekitar laguna tersebut. Puluhan tahun mereka berharap ada penanganan terhadap sedimentasi di laguna, tetapi puluhan tahun pula nyaris tak ada langkah konkret dan signifikan untuk mengatasi masalah tersebut.

Solusi yang ada selama ini baru sebatas pertarungan konsep dan argumentasi. Beberapa konsep ditawarkan, mulai dari pembuatan tanggul di sisi kanan dan kiri Sungai Citanduy, pembuatan area penampung, pembiaran Segara Anakan sebagai daratan, hingga penyudetan Sungai Citanduy.

Kenyataannya, konsep-konsep tersebut hanya macan kertas. Memang, sejumlah instansi terkait sudah melakukan beberapa langkah penyelamatan itu, mulai dari pengerukan sampai pembuatan daerah tangkapan di hulu. Namun, upaya itu serasa berjalan bagaikan deret hitung dibanding laju sedimentasi Citanduy, Cimeneng, dan Cibereum yang kian tak terkendali.

Antara tahun 2000 dan 2005, tiga kali Segara Anakan dikeruk, yaitu di titik Plawangan, selatan Desa Karanganyar, dan dekat muara. Namun, hasil pengerukan nyaris tak berbekas. Plawangan yang merupakan gerbang pertemuan sungai dengan laut selatan bahkan kini nyaris tertutup sedimentasi.

Debit air

Pengamatan Kompas, kedalaman Plawangan hanya satu sampai lima meter. Padahal, saat ini musim hujan dan debit air Citanduy sedang besar-besarnya. Pada musim kemarau, perairan dangkal tersebut menjadi lumpur timbul. Pintu di Kabuyutan, 300 meter utara gerbang Plawangan, menyempit dari 500 meter menjadi 150 meter.

Menurut warga sekitar Laguna, laju penyempitan dan pendangkalan di Plawangan itu makin cepat dalam empat tahun terakhir. Kondisi tersebut menimbulkan dampak sangat besar bagi degradasi lingkungan di Segara Anakan. Kini, nyaris tak ada lagi ikan yang memijahkan telur di Segara Anakan karena kesulitan masuk ke darat.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau