Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Green Energy" Solusi Terbaik

Kompas.com - 30/08/2008, 10:52 WIB

Oleh M Sigit Cahyono

Saat ini Indonesia di ambang keterpurukan karena krisis energi. Harga minyak mentah yang melonjak sampai 145 dollar per barrel menekan pemerintahan SBY untuk menaikkan harga bahan bakar minyak dengan alasan menyelamatkan APBN. Akibatnya, harga kebutuhan pokok semakin meningkat, yang berakibat menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Adanya kebijakan ini ditentang banyak kalangan, terutama mahasiswa dan politikus yang vokal terhadap pemerintah. Bahkan, nasib pemerintah di ujung tanduk setelah munculnya hak angket di DPR, yang bisa berujung pada impeachment terhadap presiden. Jika ini terjadi, bisa dibayangkan kondisi bangsa Indonesia kelak.

Sebenarnya, semua permasalahan menyangkut krisis energi tidak akan terjadi jika menyadari bangsa ini memiliki potensi besar yang belum dikembangkan secara optimal. Apa itu? Jawabannya adalah green energy!

Energi hijau adalah energi yang berasal dari tanaman hidup (biomassa) yang terdapat di sekitar kita. Energi itu biasa disebut sebagai bahan bakar hayati atau biofuel. Energi ini tidak akan pernah habis selama tersedia tanah, air, dan matahari masih memancarkan sinarnya ke muka bumi. Selama mau menanam, membudidayakan, serta mengolahnya menjadi produk bermanfaat seperti bahan bakar.

Kita sering kali diingatkan, Indonesia sebagai negara agraris merupakan negara yang kaya akan potensi energi terbarukan, salah satunya adalah energi dari biomassa. Menurut data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001), potensinya mencapai 50.000 megawatt. Ironisnya, dari potensi yang besar itu baru 302 megawatt atau 0,64 persen yang dimanfaatkan.

Saat ini, Indonesia merupakan negara yang paling kaya dengan energi hijau. Kita memiliki minimal 62 jenis tanaman bahan baku biofuel yang tersebar secara spesifik di seluruh pelosok Nusantara. Kelapa sawit tumbuh di wilayah basah dengan curah hujan tinggi.

Selain itu, ada tanaman tebu yang menghendaki beda musim yang tegas antara hujan dan kemarau. Singkong mampu berproduksi baik di lingkungan sub-optimal dan toleran pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Jarak pagar mampu berproduksi optimal di daerah terik dan gersang. Kelapa terdapat di pantai-pantai, bahkan di pulau- pulau terpencil. Ditambah tanaman lainnya, seperti sagu, nipah, nyamplung, bahkan limbah-limbah pertanian, seperti sekam padi, ampas tebu, tongkol jagung, dan biji-bijian sangat mudah didapatkan di Indonesia.

Ini menunjukkan ada banyak pilihan untuk memproduksi biofuel di seluruh Indonesia sesuai karakter daerah, sifat lahan, kekayaan sumber energi hijau setempat, dan penguasaan ilmu. Betapa indah dan bijak jika warga Papua menghasilkan biofuel dari ubi jalar dan nipah, warga Maluku dari sagu, penduduk Madura dari jagung dan nyamplung, orang Manado dari aren, masyarakat Lampung dari singkong, Pulau Sangir Talaud dan pulau-pulau terluar Indonesia dengan biofuel berbasis kelapa, rekan-rekan di Rote dengan kesambi, dan warga Kupang dengan jarak pagar atau kelor.

Teknologi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com