Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghentian Sementara Pembukaan Lahan Gambut RAPP Dinilai Mengecewakan

Kompas.com - 13/09/2016, 19:29 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Hasil pertemuan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut (BRG) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dinilai mengecewakan.

Pertemuan yang digelar pasca kisruh penghadangan Kepala BRG, Nazier Foead, masuk ke konsesi PT RAPP di Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Kepulauan Riau, 5 September 2016 itu belum mencerminkan ketegasan pemerintah.

Dalam pertemuan itu, PT RAPP diminta menghentikan sementara pembukaan lahan dan kanal di lahan gambut Desa Bagan Melibur selama tiga bulan sampai peta hidrologis rampung.

"Harusnya pemerintah menghentikan permanen kegiatan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut Pulau Padang oleh PT RAPP," kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (13/9/2016), Woro mengatakan, salah satu alasan kuat penghentian permanen adalah surat edaran S 494/MENLHK-PHPL/2015 yang berisi larangan pembukaan lahan gambut.

Kisruh penghadangan Kepala BRG minggu lalu sekaligus mengungkap bahwa PT RAPP masih melakukan praktik pembukaan lahan gambut.

Dasar kedua adalah surat edaran S 495/2015 tentang instruksi pengelolaan gambut dan surat edaran Menteri LHK S 661/Menlhk-Setjen/Rokum/2015.

Menurut dua surat itu, perusahaan HTI dilarang membuka lahan gambut untuk penanaman baru walaupun sudah mengantongi izin konsesi.

PP 71 tahun 2014 juga menyatakan bahwa gambut dikategorikan rusak bila terdapat drainase buatan di gambut fungsi lindung serta muka air tanah di gambut fungsi budidaya lebih dari 40 cm.

Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) juga menyayangkan keputusan penghentian sementara pembukaan lahan dan kanal di Desa Bagan Melibur.

Menurut Isnadi Esnan, Sekjen JMGR, PT RAPP jelas membuka wilayah gambut yang punya kedalaman 5-12 meter antara Juli-Agustus 2016. "Itu kategori gambut yang harusnya dilindungi," katanya.

Woro mengatakan, pemerintah perlu lebih tegas dalam menindak perusahaan yang masih melakukan perusakan di area gambut.

Surat edaran yang diberikan misalnya, perlu menyertakan sanksi. Selama ini, surat hanya berisi larangan dan enforcement-nya juga kurang gencar. "Korporasi melihatnya sebagai sesuatu yang tidak wajib," katanya.

Terkait RAPP, Jikalahari, Wetland International, dan JMGR meminta pemerintah menindak tegas dengan mencabut izin dan meminta RAPP merestorasi kawasan.

RAPP juga diminta melakukan pembasahan kembali pada area gambut yang dikelolanya serta mengumumkan upaya "Phase out" dari budidaya yang menggunakan drainase di lahan gambut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com