Risiko Serius jika Nekat Memandang Gerhana Matahari dengan Mata Telanjang

Kompas.com - 01/03/2016, 21:08 WIB

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Fenomena gerhana matahari total yang akan berlangsung pada tanggal 9 Maret 2016 mendatang memang sayang untuk dilewatkan. Peristiwa di angkasa yang jarang terjadi ini bisa dinikmati di Indonesia karena hanya daratan negeri ini yang dilalui oleh jalur gerhana matahari yang berlangsung pada pagi hari.

Namun, patut diingat bahwa memandang gerhana matahari dengan mata telanjang juga memiliki risiko serius yang harus dipahami sebelumnya.

Semua tidak lepas dari sinar matahari yang ditatap secara langsung dalam waktu lama bisa menyebabkan kerusakan pada retina mata dengan nama solar retinopathy. Tanda-tandanya adalah titik hitam yang selalu terlihat dalam pandangan mata, ke mana pun dia menengok. Kerusakan tersebut akan sulit dipulihkan.

Kerusakan tersebut terjadi saat gerhana karena mata yang memandang matahari saat terjadi gerhana total layaknya melihat dalam kegelapan, kelopak mata membuka, dan pupil melebar untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin.

Petaka justru terjadi saat piringan bulan setelah fase totalitas tidak disadari pengamat dan mata mereka dengan kondisi seperti melihat di kegelapan akan terpapar sinar ultraviolet yang berbahaya bagi mata.

Bisa disimpulkan bahwa ini salah satu dasar pertimbangan munculnya keputusan pemerintah yang melarang warganya menyaksikan gerhana matahari total pada 11 Juni 1983.

Instruksi saat itu adalah menutup semua lubang dan kaca di rumah yang dikhawatirkan bisa ditembus sinar matahari hingga menyebabkan sebagian warga bersembunyi ketakutan di bawah meja.

Penjelasan lebih detail mengenai kaitan memandang gerhana dan kesehatan mata akan diturunkan dalam reportase yang disusun wartawan harian Kompas, Adhitya Ramadhan, yang akan dimuat pada Rabu (2/3/2016), mulai dari penjelasan mengenai reaksi mata terhadap gerhana hingga manfaat menggunakan kacamata khusus untuk melihat gerhana.

Terkait instruksi pemerintah tahun 1983, Litbang Kompas ternyata menemukan hasil yang cukup mengkhawatirkan akan dampaknya di masyarakat hingga kini. Baca lebih lengkap ulasannya besok di harian Kompas.

Bagi yang belum berlangganan, silakan kunjungi http://kiosk.kompas.com. Harian Kompas juga bisa diakses via e-paper di http://epaper.kompas.com. Selain itu juga bisa dinikmati versi webnya di http://print.kompas.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau