Dua tahun kemudian ketika mengadakan penelitian di Sungai Durian, Sumatera Barat, peneliti kembali menemukan jenis itu. Tim peneliti lalu mengoleksi dan membawa katak itu ke Museum Zoologi Bogor, sementara menamainya Rhacophorus sp.
Terakhir, pada tahun 2011, seorang bernama Mediansyah mengoleksi katak dengan penampakan yang sama dari wilayah Jambi, sekitar 50 kilometer timur laut Sungai Durian. Semua spesimen dikirim juga ke Museum Zoologi Bogor.
Sekian lama tak disentuh, dua herpetolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy dan Hellen Kurniati, akhirnya mulai meneliti katak itu beberapa waktu lalu. Mereka mengungkap bahwa katak itu sebenarnya adalah jenis baru.
"Katak ini merupakan kelompok katak pohon yang tidak memiliki gigi Vomer," ungkap Amir. Gigi vomer merupakan sepasang gigi yang ada pada langit rahang atas katak. Katak umumnya punya gigi vomer, tetapi jenis ini tidak. Absennya gigi vomer diduga terkait jenis mangsanya.
"Katak jenis baru ini juga memiliki totol warna hitam di bagian ventral tangan, kaki, dan selaput (webbing) renang," imbuh Amir menjelaskan perbedaan lain katak tersebut lewat e-mail kepada Kompas.com, Senin (18/5/2015).
Amir memutuskan untuk menamai katak itu dengan nama negara Republik Indonesia. Nama jenis katak itu dengan demikian menjadi Rhacoporus indonesiensis. Rhacoporus merujuk pada nama genus katak yang punya jari panjang dan selaput kaki.
Simbol Kebangkitan Nasional
Amir menuturkan, membawa nama Indonesia, katak itu adalah persembahan peneliti katak pada Hari Kebangkitan Nasional yang akan jatuh pada 20 Mei besok. Hasil riset katak itu, kata Amir, bisa menjadi "tonggak kebangkitan ilmuwan Indonesia".
"Dalam ilmu dasar seperti taksonomi biasanya didominasi oleh ilmuan dari negara-negara maju, walaupun obyek risetnya (biodiversity) lebih melimpah di negara berkembang," ungkap Amir.
Brasil sebagai negara yang juga kaya keanekaragaman hayati telah memulai meningkatkan peran ilmuwannya. Indonesia diharapkan bisa mengikuti langkah yang telah ditempuh Brasil. Temuan R indonesiensis diharapkan juga bisa memicu riset dan temuan tentang potensinya.
Permasalahan yang banyak mengancam R indonesiensis dan jenis katak lainnya adalah konversi habitat. Banyak hutan di Sumatera diubah menjadi lahan perkebnunan kelapa sawit. Riset ini dipublikasikan di jurnal Zootaxa pada 14 April 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.