Kaji Ulang Tanggul Laut Didukung

Kompas.com - 11/12/2014, 21:17 WIB

KOMPAS.com - Rencana pemerintah mengkaji ulang pembangunan tanggul laut raksasa di pantai utara Jakarta direspons positif kalangan peneliti dan akademisi. Kajian ulang diharapkan tidak sekadar formalitas, tetapi juga turut membuka motif ekonomi di balik proyek yang berpotensi berdampak ekologis dan sosial sangat besar itu.

Rencana kaji ulang proyek National Capital Integrated Coastal Development atau yang dikenal sebagai pembangunan tanggul laut raksasa itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil (Kompas, 9/12/2014). ”Sebagai akademisi, saya mengapresiasi keinginan Menko Bidang Perekonomian mengkaji ulang proyek ini. Namun, jangan sampai kaji ulang ini hanya formalitas,” kata ahli oseanografi Institut Pertanian Bogor, Alan Koropitan, Rabu (10/12/2014).

Ia menambahkan, ”Jangan sampai alasan perubahan iklim atau ancaman badai laut muncul lagi untuk membenarkan pembangunan tanggul laut. Itu jelas terbantahkan. Kenaikan muka laut kecil sekali. Permasalahannya adalah penurunan muka daratan dan itu solusinya jelas tidak dengan tanggul laut.”

Motif pembangunan tanggul laut dinilai lebih ke ekonomi, yaitu menciptakan area bisnis baru melalui reklamasi. Namun, hal itu dibungkus ancaman bencana. Motif tersebut harus dibuka kepada publik sehingga masyarakat sadar betul untung ruginya. ”Terbukalah karena yang akan menanggung dampaknya negara ini,” ucapnya.

Tiga persoalan

Menurut Alan, meski proyek itu tetap akan dilanjutkan, pengkajian harus bisa menjawab tiga persoalan dasar. Pertama, harus dibuat simulasi bagaimana limpasan air dari 13 sungai yang masuk ke Teluk Jakarta. ”Berapa banyak dana untuk memompa airnya jika ditanggul. Dalam satu tahun bisa ratusan miliar. Siapa mau tanggung?”

Persoalan kedua, harus dihitung biaya pengolahan limbah cairnya. Diperkirakan sangat mahal, setara reklamasi di Korea Selatan. Untuk itu harus dihitung karena butuh biaya operasional sangat tinggi. ”Jangan-jangan ditanggungkan ke anggaran pemerintah, sedangkan yang menikmati segelintir orang. Apakah ini urgen dan mendesak untuk kepentingan nasional?” kata Alan.

Persoalan ketiga adalah materi urukan reklamasi. ”Sanggup tidak pemerintah memetakan di mana pasir-pasir yang akan diambil. Berapa meter kubik yang diperlukan untuk reklamasi itu. Jangan kucing-kucingan seperti pernah dilakukan Singapura yang ambil pasir laut dari Kepulauan Riau untuk reklamasi,” kata Alan yang juga Direktur Pusat Kajian Oseanografi Surya Institute.

Ahli teknologi maritim dan tsunami dari Badan Pengkajian Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, juga meminta pemerintah serius mengkaji ulang proyek itu. Masalah utama yang akan muncul jika proyek dilanjutkan harus bisa dijawab jelas, terutama soal buruknya kualitas air dari 13 sungai yang akan mengisi tanggul. ”Kajian sementara hanya melihat bagian hilir dan soal reklamasi yang sarat iming-iming keuntungan ekonomi,” katanya.

Sebelumnya, Widjo membuat model yang menunjukkan pembangunan tanggul laut tanpa perbaikan kualitas 13 air sungai yang berhulu di Teluk Jakarta akan memicu masalah besar. Selain memperlambat aliran air sehingga berpotensi memperparah banjir, kualitas air di dalam tanggul yang buruk dikhawatirkan juga menjadi sumber masalah baru.

Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, Widodo Pranowo, juga menyambut baik rencana kaji ulang. Ia pernah mengingatkan, tanggul berpotensi menjadi comberan raksasa.

”Saya baru pulang dari pertemuan World Harbour Project di Sydney yang membahas dampak ekologis pembangunan kota-kota pelabuhan di seluruh dunia. Soal tanggul laut di Jakarta termasuk yang dibahas,” ujarnya.

Forum itu menekankan agar pembangunan tanggul laut dikaji betul karena dampaknya sangat besar. Setiap negara punya masalah berbeda terkait persoalan tanggul laut dan reklamasi. Di Tiongkok ada reklamasi untuk pelabuhan kontainer baru. ”Sudah menggunakan amdal ketat tetap ada sedimentasi, kekeruhan tinggi, dan memengaruhi kualitas air,” katanya.

Menurut Widodo, kajian terutama agar sirkulasi air di dalam kolam tetap dinamis sehingga jika ada material limbah tak lama tertinggal. Selain itu, ditekankan perlunya dipikirkan nasib para nelayan Jakarta Utara. (AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau