Dengan strategi ini, presiden berusaha untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan sejalan dengan visi ekonomi hijau. Salah satu kebijakan hijau baru di Indonesia adalah program nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan stok karbon.
Untuk itu, pemerintah mereformasi pengelolaan hutan ke tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah juga meningkatkan jumlah pohon yang ditanam dan melarang pembukaan hutan primer sehingga, pohon-pohon dapat tumbuh menghasilkan makanan yang sehat.
Sebuah kisah sukses dalam mengadopsi kebijakan pro lingkungan dapat dilihat di Desa Lonca, Sulawesi Tengah. Selama beberapa generasi, Desa Lonca mempraktikkan pembukaan lahan tebas bakar. Untuk beberapa dekade, ini adalah satu-satunya metode yang mereka tahu.
Praktik ini berhenti setelah pengenalan program berbasis masyarakat untuk mengelola hutan dan daerah aliran sungai. Masyarakat sekarang sadar akan bahaya dari teknik tebas dan bakar.
Selain melepaskan karbon ke atmosfer, kegiatan itu juga menghancurkan habitat dan mengancam ekosistem. Selain itu, teknik ini dapat mengekspos desa untuk risiko kelaparan yang lebih besar.
Sekarang, petani Lonca menanam di sebidang tanah permanen. Mereka tahu bagaimana tanaman ditanam bergantian untuk memastikan kesuburan lahan.
Cerita yang lain yakni di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Setelah bergabung dengan serikat petani dan mendapatkan izin hutan kemasyarakatan, ratusan petani dari Gunung Kidul, sekarang mengelola 115 hektar lahan secara berkelanjutan. Di antara pohon-pohon jati raksasa, mereka menanam tanaman obat dan tanaman untuk pakan ternak.