Kata Akademisi Ini, Yesus Tidak Lahir di Bethlehem

Kompas.com - 24/12/2013, 14:51 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Benarkah Yesus lahir di Bethlehem dan di dalam kandang domba? Penulis dan pengkaji Alkitab, Reza Aslan, dalam bukunya, Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth, mengatakan tidak.

"Cerita (bahwa Yesus lahir di Nazareth dan di sebuah kandang domba) sendiri tidak pernah dimaksudkan sebagai catatan sejarah kelahiran Yesus. Cerita itu dimaksudkan sebagai argumen akan siapa Yesus saat itu," kata Aslan seperti dikutip Huffington Post, Sabtu (14/12/2013).

Meski catatan sejarah dan artefak-artefak terkait kelahiran Yesus sangat minim, Aslan mencoba melihat praktik budaya dan agama pada masa Yesus lahir sehingga asumsi tentang cerita kelahiran Yesus bisa disusun.

"Jika Alkitab benar bahwa Yesus berasal dari desa bernama Nazareth dan berasal dari keluarga tekton, artinya adalah Dia berasal dari kalangan yang paling miskin di antara yang miskin," kata Aslan.

"Kata tekton sebenarnya adalah istilah yang berarti sebuah pelecehan di antara orang-orang Roma yang kadang menggunakannya sebagai bahasa slang untuk kalangan petani yang buta huruf dan buruh kasar," jelasnya.

Nazareth kuno adalah sebuah desa kecil yang mungkin hanya terdiri dari 100 keluarga Yahudi atau kurang. Desa itu terletak di wilayah Galilea yang lebih rendah serta tempat yang tak penting sehingga tidak muncul dalam peta abad pertama.

Di bukunya, walau menyadari bahwa berdasarkan keyakinan umat Kristiani Yesus lahir di Bethlehem, Aslan mengatakan bahwa Yesus sebenarnya lahir di Nazareth serta tumbuh besar di kota tersebut pula.

Injil Markus dan Lukas yang menyatakan bahwa Yesus lahir di Bethlehem, menurut Aslan, hanyalah pernyataan akan kebenaran identitas Kristus, bukan catatan sejarah yang akurat. Lagi pula, Injil ditulis paling tidak 60 tahun setelah Yesus wafat.

Tentang tempat Yesus lahir, Aslan mengatakan, "Dia lahir di rumah dengan keluarganya ada di sampingnya." Keluarganya terdiri dari paling tidak empat saudara laki-laki dan saudara perempuan yang tidak diketahui jumlahnya. Tetangga-tetangga Yesus mungkin juga menemani.

"Yesus disunat pada hari ke-8 setelah lahir, tetapi tidak di Sinagoga yang berjarak tiga hari perjalanan," tuturnya. Orang Galilea tidak biasa pergi ke Sinagoga di Yudea karena jaraknya yang jauh.

Menurut Aslan, pada upacara sunat itu, keluarga Yesus menemaninya. Nama Yesus sebenarnya adalah "Yeshua", lalu dipanggil "Yesu". Nama itu sebenarnya nama umum pada masa lalu.

Setelah lahir, Yesus punya nasib sama seperti warga Nazareth lainnya. "Dia adalah anak orang miskin, buta huruf, saleh, dan keluarga petani yang tak berpendidikan di dusun terpencil Nazareth," jelas Aslan.

Buku Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth terbit pada 16 Juli 2013. Buku tersebut menggambarkan sosok Kristus sebagai seorang yang saleh sekaligus Zealot, seorang pengikut setia, fanatik.

Buku Aslan tergolong kontroversial. Latar belakang Aslan sebagai seorang Muslim, walau sebelumnya pernah menganut Kristen, menambah sisi kontroversial. "Mengapa seorang Muslim menulis tentang Yesus?", demikian salah satu pertanyaan yang didapatkan Aslan.

John S Dickerson, seorang kolumnis opini yang menulis di Foxnews, 24 Juli 2013, mengatakan bahwa Aslan hanyalah seorang Muslim berpendidikan yang mencoba beropini tentang Yesus dan tanah Timur Tengah masa lalu. Bukunya bukan hasil kerja riset.

Meski banyak kritik, seperti buku kontroversial lainnya, buku Aslan tersebut menjadi best seller versi Amazon dan New York Times. Aslan sendiri mendapat ribuan follower Twitter setelah menerbitkan buku itu.

Aslan sendiri adalah profesor penulisan kreatif di University of California, Riverside. Ia pernah menulis buku No god but God, The Origins, Evolution, and Future of Islam. Ia seorang keturunan Persia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau