Siapa Arsitek Bangunan di Perut Gunung Padang?

Kompas.com - 17/10/2013, 11:07 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Tim Riset Mandiri Gunung Padang, berdasarkan hasil penelitian terbaru, mengonfirmasi bahwa memang ada bangunan buatan manusia di perut Gunung Padang.

Arkeolog Universitas Indonesia, Ali Akbar, mengatakan bahwa data analisis geolistrik, georadar, pengeboran, dan tomografi benar-benar mendukung dugaan adanya bangunan di gunung wilayah Sunda itu.

Saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/10/2013), Ali mengungkapkan, "Yang paling tua ada di lapisan budaya empat, paling dasar, berusia 10.000 tahun."

Perut Gunung Padang terbagi menjadi empat lapisan budaya. Lapisan budaya pertama ada pada kedalaman hingga dua meter, memiliki batuan bagian bangunan yang berasal dari masa 500 sebelum Masehi (SM).

Sementara lapisan budaya kedua ada pada kedalaman 2 hingga 5 meter, berasal dari masa 4.700 SM.

Lapisan budaya 3 hingga 4 ditemukan lewat analisis tomografi. Di lapisan tersebut, ditemukan adanya ruang dan dinding yang dikatakan sebuah bangunan. Analisis mengungkap bahwa usia bangunan tersebut mencapai 10.000 tahun.

Dengan usia 10.000 tahun, bila terbukti ada, bangunan di perut Gunung Padang lebih tua dari bangunan  mana pun di dunia.

Sebagai perbandingan, Piramida Giza di Mesir dibangun tahun 2550 SM. Sementara Stonehenge di Inggris dibangun antara tahun 2400-2200 SM. Tembok Raksasa China dibangun pada 220 SM. Sementara Borobudur dan Machu Picchu dibangun setelah 0 Masehi.

Dengan usianya yang sangat tua, patut dipertanyakan, siapa arsitek atau peradaban mana yang membangunnya?

Ali Akbar mengungkapkan, "Kita masih belum mengetahui siapa yang membangun karena memang kita belum punya referensi tentang peradaban mana yang sudah ada 10.000 SM di wilayah Indonesia."

Peradaban tertua di dunia diketahui adalah Mesir Kuno dan Mesopotamia, berkembang sejak sekitar 5000 SM.

Hasil riset tim mandiri hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Klaim adanya bangunan di perut gunung dianggap sebagai interpretasi yang berlebihan pada data analisis tomografi dan lainnya yang dilakukan.

Geolog dari ESDM mengatakan bahwa pengeboran untuk menentukan adanya bangunan dan usianya perlu diperhatikan.

"Metodenya benar, tetapi apakah sampelnya benar?" tanyanya. Ia mengungkapkan, sampel perlu dipastikan memang merupakan bagian bangunan buatan manusia atau yang terkait.

Jika sampel karbon yang diambil ternyata adalah kayu pohon, sangat wajar bila usia hasil analisis sangat tua. Bila demikian, tak bisa pula dikatakan bahwa ada bangunan di perut Gunung Padang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau