KOMPAS.com - Dengan semakin merebaknya Covid-19, semakin cepat pula gerakan para ilmuwan dan perusahaan obat dalam berlomba-lomba membuat obat dan vaksin untuk penyakit ini.
Pasalnya, obat dan vaksin sangatlah penting dalam upaya mengendalikan penyakit ini.
Obat dibutuhkan untuk menangani orang-orang yang terlanjur terinfeksi Covid-19 dan menunjukkan gejala berat; sementara vaksin digunakan untuk mencegah infeksi Covid-19.
Namun, tampaknya proses pengembangan vaksin butuh waktu yang lama. Ini berbeda dengan pengembangan obat Covid-19 yang menurut para peneliti akan segera tersedia.
Baca juga: Kasus Covid-19 di China Menurun, Ini Pelajaran bagi Indonesia dan Dunia
Diwawancarai oleh The Verge, Sabtu (28/2/2020), Florian Krammer selaku profesor dan pakar pengembangan vaksin di Icahn School of Medicine at Mount Sinai menjelaskan mengapa pembuatan vaksin Covid-19 butuh waktu lebih lama daripada pembuatan obatnya.
Dia berkata bahwa dalam pembuatan obat untuk Covid-19, para ilmuwan hanya perlu melanjutkan kembali pengembangan obat untuk virus corona lain, yaitu SARS dan MERS, yang sempat terhenti karena wabahnya berakhir.
Pada saat ini, ujar Krammer, kandidat obat Covid-19 yang terdepan adalah remdesivir yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Gilead. Riset menunjukkan bahwa obat ini dapat memblokir SARS dan MERS pada sel dan tikus.
Kabar baiknya, remdevisir sudah melalui uji keamanan karena telah diuji klinis untuk penanganan Ebola.
Baca juga: Vaksin Covid-19, Kenapa Bikinnya Perlu 18 Bulan?
Kini, tim peneliti di China dan AS sedang melakukan pengujian klinis akan efek remdesivir pada pasien Covid-19. Krammer pun menduga bahwa hasil uji klinis ini harusnya sudah tersedia pada bulan April.
Jika memang terbukti efektif, Gilead akan dapat memproduksi remdevisir dalam jumlah banyak untuk didistribusikan ke tenaga medis.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan