Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Salah Lagi, Batuk Pilek Bukan Flu tetapi Selesma

Kompas.com - 28/02/2020, 20:04 WIB
Imamatul Silfia,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Demam, batuk, dan pilek merupakan penyakit yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Banyak masyarakatnya menyebutnya sebagai flu. Namun, benarkah penyakit tersebut flu?

Dokter spesialis anak, Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp. A (K), menjelaskan bahwa penyakit tersebut kurang tepat jika disebut sebagai flu.

“Ini ada salah kaprah yang mendunia, bahwa demam, batuk, dan pilek disebut flu. Sebenarnya itu bukan flu, tapi common cold atau selesma,” kata dokter ini dalam acara Peluncuran Betadine Natural Series dan penyerahan sertifikasi halal secara simbolis oleh MUI di Jakarta, Kamis (27/2/2020) di Menteng, Jakarta.

Selesma sering dijumpai menyerang anak-anak. Penyakit ini merupakan salah satu dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagian atas.

Baca juga: Demam Tanpa Flu atau Batuk, Bisa Jadi Gejala DBD

Selesma disebabkan oleh ratusan jenis virus, di antaranya rhinovirus, coronavirus, dan influenza (flu).

Jadi, lebih tepat dikatakan manusia terkena selesma yang disebabkan oleh virus influenza.

Gejala selesma hampir mirip dengan gejala flu, namun dengan efek yang lebih ringan. Biasanya selesma menyebabkan hidung tersumbat, bersin, sakit tenggorokan, namun gejala-gejala ini terjadi secara perlahan.

Sementara itu, flu dapat membuat sesak napas, sakit tenggorokan dan kepala, hingga menyerang otot.

Baca juga: Gejalanya Mirip, Apakah Selesma Bisa Muncul Saat Terkena Flu?

Antibiotik bukan solusi selesma

Kesalahan lain yang juga beredar di masyarakat adalah konsumsi antibiotik untuk menyembuhkan demam, batuk, dan pilek.

Nastiti menegaskan bahwa pemahaman tersebut salah. Selesma atau pun flu disebabkan oleh virus, bukan bakteri, sehingga pemberian antibiotik bukan solusi yang tepat.

Konsumsi antibiotik saat selesma malah dikhawatirkan akan membuat pasien kebal terhadap antibiotik sehingga mengalami kesulitan untuk sembuh dari penyakit berikutnya yang membutuhkan antibiotik.

Tidak hanya antibiotik, steroid juga bukan obat yang tepat untuk menangani karena dapat menjadi berbahaya jika dikonsumsi dalam waktu lama.

Baca juga: Virus Corona Dinilai Akan Jadi Pandemik, Ini Bedanya dengan Flu Babi

Selain itu, anti-tusif atau penahan batuk juga bisa jadi berbahaya bila diberikan pada anak dengan selesma.

“Ini berbahaya dan di semua guideline pun tidak direkomendasikan, terutama untuk anak,” kata Nastiti.

Untuk menangani selesma, kuncinya adalah istirahat yang cukup, nutrisi yang cukup dan minum air yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Jika anak mengalami demam, baru diberikan parasetamol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com