Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Alam Bukit Pasir Saling Berkomunikasi, Ahli Jelaskan

Kompas.com - 06/02/2020, 20:33 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Ketika dua bukit pasir bermigrasi, para ahli menduga fenomena ini terjadi karena adanya komunikasi di antaranya, sehingga struktur ini menyebar secara merata.

"Mereka (dua bukit pasir) pasti berkomunikasi," ujar fisikawan dari University of Cambridge, Nathalie Vriend seperti melansir Science Alert, Kamis (6/2/2020).

Vriend menjelaskan bagaimana bukit pasir sebagai benda mati, berkomunikasi untuk menyampaikan suatu informasi pada bukit lain tetangganya.

Memang bukan berkomunikasi seperti pada umumnya manusia, karena mereka benda mati.

Namun, para peneliti berpendapat pengaruh kekuatan bukit pasir dalam menggerakkan angin atau air, maupun kekuatan itu memengaruhi bukit pasir lain di sekitar mereka membuat struktur fisik ini seolah mengomunikasikan posisi mereka.

Baca juga: Mendaki Bukit Pasir Ipis demi Dua Jeriken Air...

Hal ini bertentangan dengan model teoritis tentang migrasi bukit pasir yang terjadi sangat lambat dan melintasi jarak yang sangat jauh, sehingga sulit untuk dipelajari.

Secara umum, struktur ini dipandang sebagai agen otonom yang dapat mendorong dirinya sendiri, kadang saling bertabrakan, tetapi tidak harus berkolaborasi.

"Teori lain menyatakan bukit pasir mungkin bertabrakan dan bertukar massa, semacam bola bilyar yang saling memantul, sampai ukurannya sama dan bergerak dengan kecepatan yang sama," jelas fisikawan teoretis Karol Bacik dari University of Cambridge.

Kendati demikian, temuan baru tersebut justru membuat kedua penjelasan ini tampak sesuai.
Sebab, bukit pasir kecil umumnya bergerak lebih cepat dan bukit pasir yang lebih besar akan bergerak lebih lambat.

Baca juga: Greenland Bisa Jadi Tambang Pasir Baru kalau Es Terus Mencair

Hal ini menunjukkan bukit pasir dengan ukuran yang sama akan bergerak pada kecepatan yang sama, tetapi studi baru menunjukkan ini mungkin tidak selalu terjadi.

Sebaliknya, ketika dua bukit pasir dengan volume dan bentuk yang sama dapat mengambil isyarat satu sama lain, maka mereka dapat mengurangi kecepatan untuk bergerak lebih jauh tanpa mempertimbangkan sebagian besar massa mereka dalam proses tersebut.

"Kami telah menemukan (fenomena) fisika yang belum menjadi bagian dari model sebelumnya," kata Vriend.

Penelitian dilakukan dengan membuat saluran berisi air yang berputar dan tim membuat dua bukit pasir yang identik. Kedua bukit ini berputar selama berjam-jam pada suatu waktu.

Setelah bergerak 180 derajat untuk mencapai sisi berlawanan dari saluran melingkar, bukit pasit utama melambat ke kecepatan yang sama dengan yang lainnya.

"Struktur aliran di belakang gundukan depan seperti terbangun di belakang perahu dan memengaruhi karakter gundukan berikutnya," jelas Vriend.

Dengan menciptakan turbulensi dalam aliran air, gundukan pertama mendorong yang di belakangnya. Dengan kata lain, struktur pertama menjadi pemimpin dalam berinteraksi dengan memukul mundur tetangganya di hilir.

Berkomunikasi melalui bangkitnya struktur baru, dan melepaskan sedikit dari massanya sendiri dalam proses itu.

Baca juga: Misteri Watu Gong Wonosobo, Bagaimana Bisa Pasir Pantai sampai ke Goa?

Antisipasi dampak perubahan iklim

Fenomena bukit pasir terdekat dipukul mundur oleh bukit pasir lainnya ini terlihat dari gambar satelit, namun penyebab kekuatan yang mendorongnya tidak pernah dipahami.

Akhirnya, 'efek tolakan' gundukan ini membuat kedua struktur seimbang, sehingga mereka bergerak dengan kecepatan yang sama, mencegah kemungkinan tabrakan.

"Oleh karena itu kami menyimpulkan masuk akal apabila struktur bidang gundukan bawah air alami dikontrol dan distabilkan oleh mekanisme tolakan gundukan yang sama yang diamati dalam karya ini," tulis para penulis.

Jika aktivitas ini juga ada di darat, ini bisa menjadi sangat penting untuk antisipasi perubahan iklim.

Baca juga: Sebagian Pasir Pantai Berasal dari Kotoran Ikan, Kok Bisa?

Sebab, selama bertahun-tahun, pemanasan global telah meningkatkan pergerakan bukit pasir di beberapa belahan dunia, termasuk di Amerika Serikat, Afrika, dan Antartika.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Physical Review Letters ini dapat menjadi pedoman untuk mencari tahu ke mana arah struktur pasir raksasa ini bergerak, serta bagaimana mereka melakukan perjalanan.

Fenomena ini dapat menjadi sinyal, untuk memungkinkan kita menyiapkan pertanian, jalan, infrastruktur, dan lahan mata pencaharian agar terhindar dari potensi tabrakan dengan bukit pasir di masa yang akan datang.

Baca juga: Ini Gurun Terkecil di Dunia, Lebih Kecil dari Gumuk Pasir Parangtritis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau