Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cahaya Buatan Manusia Bikin Kunang-kunang Terancam Punah

Kompas.com - 05/02/2020, 20:04 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Para ahli mengungkapkan bahwa kunang-kunang kini sedang menghadapi ancaman kepunahan.

Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari hilangnya habitat alami mereka, penggunaan pestisida dan yang paling penting, terlalu banyaknya cahaya buatan manusia.

Hal ini diungkapkan dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal BioScience dan dipimpin oleh Sara Lewis, profesor biologi di Tufts University.

Para ahli yang terafiliasi dalam International Union for Conservation of Nature Firefly Specialist Group melakukan survei terhadap 350 anggota Fireflyers International Network untuk mengkatalogkan ancaman yang sedang dihadapi oleh kunang-kunang.

Baca juga: Serba Serbi Hewan: Ada Siput yang Bisa Berpendar Seperti Kunang-kunang

Meskipun studi lebih lanjut dengan data jangka panjang masih dibutuhkan untuk mengetahui seberapa jauh kunang-kunang terancam kepunahan, apa saja yang menjadi ancaman kepunahan bagi kunang-kunang sudah cukup jelas.

Pertama adalah hilangnya habitat kunang-kunang. Lewis menjelaskan bahwa beberapa jenis kunang-kunang membutuhkan kondisi lingkungan tertentu untuk memenuhi siklus hidup mereka.

Kunang-kunang Malaysia yang disebut Pteroptyx tener, misalnya, membutuhkan hutan bakau untuk berkembang biak. Namun, banyak hutan bakau di Malaysia yang telah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit. Hilangnya hutan bakau menganggu perkembangbiakan Pteroptyx tener dan membuat jumlahnya di alam menurun drastis.

Selain itu, penggunaan pestisida, seperti nenicotinoid yang digunakan di Amerika Serikat untuk memperkuat biji jagung dan kedelai, juga menjadi ancaman serius bagi kunang-kunang.

Baca juga: Krisis Iklim Bikin Serangga Penyerbuk di Ekosistem Indonesia Terancam

Pasalnya, kunang-kunang menghabiskan fase awal hidupnya sebagai larva yang hidup di bawah tanah atau bawah air. Fase ini bisa berlangsung hingga dua tahun dan membuat larva kunang-kunang rentan bersentuhan dengan pestisida.

Namun, alasan kepunahan yang mungkin mengejutkan banyak orang adalah polusi cahaya buatan oleh manusia yang terlalu masif.

Cahaya buatan yang dimaksud para peneliti mencakup pencahayaan langsung, seperti lampu dan papan iklan, serta skyglow.

Untuk diketahui, skyglow merupakan pencahayaan pada malam hari yang menyebar dan bisa tampak lebih terang daripada bulan purnama.

Baca juga: Selain Semut Charlie Alias Tomcat, Inilah 7 Serangga Paling Berbahaya

Avalon Owens, seorang kandidat PhD di bidang biologi dari Tufts University yang juga terlibat dalam studi, mengatakan, di samping menganggu bioritme alami-termasuk bioritme kita-polusi cahaya benar-benar mengacaukan ritual kawin kunang-kunang.

Dia menjelaskan bahwa banyak kunang-kunang yang bergantung pada kemampuan diri mereka untuk bercahaya dalam mencari dan menarik perhatian pasangan. Lingkungan yang terlalu terang akibat cahaya buatan manusia bisa menganggu ritual ini.

Polusi cahaya bahkan disebut para ahli sebagai ancaman tingkat global paling serius kedua bagi kunang-kunang.

Menanggapi temuan ini, Dave Goulson yang merupakan profesor biologi di University of Sussex Inggris dan tidak terlibat dalam studi berkata bahwa apa yang ditemukan oleh Lewis dan kolega sangat masuk akal.

Dia mengatakan, tentu saja kunang-kunang sangat rentan terhadap polusi cahaya, bahkan mungkin lebih dari kelompok serangga lainnya, sehingga sangat masuk akal bila ini (polusi cahaya) juga menjadi ancaman utama (bagi kunang-kunang).

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Bioscience.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com