Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diaspora Peneliti, dari Kiprah dan Tantangannya Kembali ke Indonesia

Kompas.com - 12/12/2019, 10:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Mohammad Hamzah Fauzi

Sejak tahun 2014, Hamzah bekerja menjadi asisten profesor di Tohoku University, Jepang. Serta direkrut melalu jalur diaspora LIPI pada tahun 2019.

Saat ini, Hamzah menjadi salah satu peneliti Pusat Penelitian Fisika LIPI.

Tantangan diaspora peneliti

Menjawab tantangan diaspora peneliti untuk dapat berkiprah dan mengabdi di negeri sendiri, Indonesia, keempat peneliti tersebut menyebutkan bahwa memang tidak semuanya mudah, tetapi juga tidak seburuk prasangka saat sebelum mereka pulang ke Indonesia.

Menurut Intan, secara sumber daya alam dan sumber daya manusia, saat ini penelitian Indonesia sudah cukup mumpuni, hanya saja beberapa infrastruktur seperti laboratorium belum terpadu.

Selain itu, publikasi yang berkualitas belum banyak. Hal itu dikatakan Intan karena pola pikir tentang jumlah masih mayoritas, serta susah dijangkau atau jarang sampai kepada masyarakat secara umum.

Baca juga: Perlu TTO agar Karya Peneliti Indonesia Bisa Segera Dirasakan oleh Masyarakat

"Kita memang mungkin belum ada publication fee,tetapi kita harus membumikan sains dan membuat ekosistem riset secara terpadu, termasuk ke masyarakat," dalam acara bertajuk Diskusi Publik "Diaspora Peneliti Indonesia: Kiprah dan Tantangan di Jakarta, Senin (9/12/2019).

Dalam kesempatan yang sama juga, Osi juga berpendapat bahwa ekosistem riset di Indonesia terutama di LIPI sudah bisa mendukung para peneliti, termasuk peneliti yang baru bergabung.

Namun, diakui Osi, bahwa tantangan utama yaitu birokrasi riset memang masih terbilang sulit, terutama persoalan dana riset. Osi berharap agar ke depannya, birokrasi riset dipermudah, karena penelitian sering terbentur dana riset.

"Dana untuk basic riset atau riset dasar itu minim sekali. Padahal, untuk pengembangan basic riset harus diberikan ekstra kemampuan. Salah satunya dari pendanaan yang cukup," ujar dia.

Selanjutnya disampaikan oleh Ayu, bahwa tantangan dari riset sains di Indonesia yaitu akses terhadap informasi saintifik, terutama untuk peminjaman koleksi museum (spesimen) yang harus dijadikan perbandingan penelitian.

Namun, menurut dia, di Pusat Penelitian Zoologi LIPI sendiri ekosistem risetnya tidak jauh berbeda dengan luar negeri.

"Adanya hubungan ligaliter dengan atasan seperti kabar burung yang beredar itu tidak benar," kata dia.

Justru, Ayu merasa selama menjalankan tugasnya dan mengajukan proposal penelitian, banyak proposal penelitian yang disetujui dan bahkan direkomendasikan.

"Juga satu lagi kemudahan, yaitu punya teknisi,. Kalau ada masalah, teknisi yang memperbaiki, kalau di Jerman harus diri sendiri," tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com