Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Aneh di India Makan Usus Ibunya, Ini 3 Hal yang Harus Anda Tahu

Kompas.com - 28/11/2019, 18:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com- Media sosial Indonesia sedang dihebohkan dengan pesan viral mengenai seorang bayi aneh di India yang memakan usus ibunya.

Pesan tersebut juga disertai video yang menampakkan bayi berkulit kuning keras dan pecah-pecah.

Berikut pesan lengkapnya:

Bayi ini 11 bln dlm perut ibunya. Habis usus ibunya dimakan oleh Bayi ini, kemudian dokter mengoprasi ibunya untuk mengeluarkan Bayi ini... Ketika Bayi ini keluar, dia gigit tangan perawat... Setelah 3 jam si Perawat meninggal, IBU Bayi ini pun meninggal setelah Bayi ini keluar... Bayi ini lahir dgn berat 8 kg, setelah 3 jam bertambah naik beratnya menjadi 13 kg... Bayi ini lahir hari jumat, tidak tahu Allah ingin kasi peringatan apa untuk kita semua... Bayi ni kemudian dibunuh, dokter memberinya suntik mematikan sampai 17 kali baru bayi ini mati... Ini kisah benar-benar terjadi di India... Wallahu A'lam

Baca juga: [Hoaks] Video Bayi Aneh di India, Nama Kondisinya Harlequin Ichthyosis

Namun, hasil penelusuran Kompas.com menemukan bahwa pesan viral tersebut hoaks. Berikut adalah 3 hal yang harus Anda ketahui terkait pesan viral tersebut:

1. Harlequin Ichthyosis

Penampilan mengerikan bayi tersebut disebabkan oleh kelainan genetik serius yang disebut Harlequin Ichthyosis.

Kondisi yang diakibatkan oleh adanya mutasi pada gen ABCA12 ini membuat kulit bayi penderitanya mengeras dan kering sehingga retak dan tampak seperti sisik.

Kulit yang tebal juga membuat kelopak mata bayi terbalik keluar, matanya tidak bisa ditutup, mulutnya tertarik lebar dan selalu terbuka, serta gangguan fungsi pernapasan dan makan.

2. Kehamilan postterm

Walaupun tidak sampai 11 bulan seperti dalam pesan viral, rupanya kehamilan manusia memang bisa lebih dari sembilan bulan dan mencapai lebih 42 minggu. Ini disebut kehamilan postterm.

Dilansir dari Hellosehat, 8 Oktober 2018, salah satu faktor risiko yang paling umum dari kehamilan postterm adalah kekeliruan mengingat tanggal hari pertama hari terakhir (HPHT). Pasalnya, meskipun sudah ada pemeriksaan USG, dokter juga menggunakan HPHT untuk memperkirakan usia kehamilan dan memprediksi tanggal persalinan.

Baca juga: Derita Penyakit Langka, Kulit Bocah Ini Membatu

Faktor lain dari kehamilan postterm adalah ibu yang obesitas saat hamil, riwayat kehamilan postterm sebelumnya dan defisiensi sulfat pada plasenta.

Kehamilan postterm dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan janin selama persalinan karena menyebabkan makrosomia atau bayi yang lahir terlalu besar, ketidakcukupan plasenta yang membuat bayi kekurangan oksigen dan nutrisi, serta aspirasi mekonium atau kondisi ketika janin menghirup atau memakan cairan ketuban beserta feses pertamanya.

3. Matriphagy

Selain dikandung selama 11 bulan, bayi dalam pesan viral juga disebut memakan usus ibunya. Dalam dunia sains, fenomena memakan ibu disebut dengan matriphagy.

Namun, di dunia hewan pun, matriphagy adalah sesuatu yang sangat langka. Perilaku ini hanya pernah didokumentasikan oleh para peneliti pada beberapa spesies serangga, cacing dan laba-laba.

Dilansir dari National Geographic, 20 September 2017; Jo-Anne Sewlal, seorang anggota di Zoological Society of London, mengatakan, meski tampaknya mustahil bagi seorang anak untuk memakan ibunya. Harus dimengerti bahwa matriphagy muncul lewat evolusi banyak generasi sebagai cara paling efektif untuk memastikan kelangsungan spesies tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com