KOMPAS.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memutuskan untuk mengkaji ulang penggunaan cantrang.
Keputusan ini bersebrangan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti.
Apa itu cantrang, dan mengapa penggunaanya dirasa perlu dikaji ulang?
Mengutip situs resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), cantrang merupakan Alat Penangkap Ikan (API) yang berbentuk kantong. Cantrang terbuat dari dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek, dan tali selambar panjang.
Baca juga: Kaji Ulang Cantrang, Edhy Prabowo: Musuh Utama Kita Bukan Nelayan...
Dr Budy Wiryawan, peneliti sekaligus dosen di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa cantrang merupakan alat penangkap ikan yang mirip dengan trawl atau pukat harimau.
“Tapi cantrang bukan trawl. Cantrang menggunakan jaring namun ukurannya lebih kecil, dan dilengkapi dua tali selambar,” tutur Dr Budy kepada Kompas.com, Selasa (29/10/2019).
Pengoperasian cantrang, menurut Dr Budy, adalah dengan menebar tali selambar secara melingkar. Ujung kedua tali kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.
Cantrang bekerja dengan cara menyapu seluruh dasar lautan karena cantrang menangkap ikan demersal (ikan dasar).
Oleh karena itu, cantrang dianggap berpotensi dapat merusak ekosistem substrat tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan, juga merusak terumbu karang.
Baca juga: Serba-Serbi Hewan: Sama Seperti Mamalia, Ikan juga Merasakan Sakit
Menurut data dari WWF Indonesia, sekitar 60-82 persen hasil tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan. Cantrang juga selama ini menimbulkan konflik horizontal antar nelayan.
“Terakhir, Susi Pudjiastuti melarang trawl karena bisa merusak karang. Cantrang memang mirip trawl, namun tidak sebesar itu. Jika memang dikaji ulang, penggunaan cantrang juga harus diperhatikan, bagaimana dasar lautnya sehingga tidak merusak lingkungan,” jelasnya.
Dr Budy mengatakan, saat ini belum ada alat penangkapan ikan lain yang setara dengan cantrang. Dengan catatan, cantrang yang digunakan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Panjang talinya, operasionalnya, ukuran maksimumnya, bahan dan materialnya, daerah sapuan atau swipe area-nya. Jika cantrang tidak ada modifikasi, maka bisa dibilang aman,” tuturnya.
Modifikasi tersebut, lanjut Dr Budy, salah satunya berbentuk outerboard (papan pembuka mulut cantrang) yang menjadikan cantrang mirip dengan pukat harimau.
“Juga perlu pengawasan ketat dalam implementasinya. Cantrang juga perlu dikaji ulang dari segi pengelolaannya, sehingga tidak merusak lingkungan,” tuturnya.