Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ariel Tatum Idap Gangguan Mental BPD, Apa Saja Pemicunya?

Kompas.com - 21/10/2019, 18:10 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Artis peran Ariel Tatum mengidap gangguan mental bernama Borderline Personality Disorder (BPD) alias gangguan kepribadian ambang yang membuat dirinya sulit untuk berkegiatan dan menjalin hubungan dengan orang lain.

Gejala ini pertama kali dirasakannya pada usia 13 tahun.

"Untuk pertama kalinya aku cari psikolog untuk diriku sendiri usia 13 tahun, ngumpet-ngumpet dari orangtua. Ada uang jajan sendiri, jadi aku tahu ada saving money, sudah cari tahu cari klinik langsung," ungkap Ariel dalam seminar Let's End The Shame di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (19/10/2019).

Diberitakan Grid.ID, pencarian ahli untuk mengatasi kesehatan mentalnya bukan hal mudah. Gadis 22 tahun itu bahkan mengaku gonta-ganti ahli sampai lima kali hingga menemukan yang cocok.

Pasalnya, ketika Ariel pertama kali berkonsultasi dengan dokter, ada yang mendiagnosis dirinya mengalami bipolar, stres, sampai disebut mengalami trauma past life.

Baca juga: Ariel Tatum Idap Gangguan Mental Borderline Personality, Apa Itu?

"Terus pas aku SMA aku pindah ke Sanatorium. Profesor Sasanto di Rumah Sakit Dharmawangsa. Di situ aku nyaman bertahun-tahun di situ. Aku bangga sama diriku sendiri punya self awareness yang tinggi sejak kecil karena udah mulai cari tahu," ujar Ariel Tatum.

Dijelaskan sebelumnya, BPD merupakan gangguan mental yang memengaruh cara berpikir dan perasaan seseorang.

Pengidap BPD hampir selalu merasa khawatir, rendah diri (minder) dan memiliki ketakutan tanpa penyebab yang jelas.

Seseorang yang mengalami BPD merasa sendirian dan tak ada yang bisa mengerti bagaimana perasaannya, tapi di sisi lain perasaan mereka dibanjiri berbagai macam emosi negatif yang campur aduk hingga terkadang muncul keinginan melukai diri sendiri atau bunuh diri.

Pemicu

Dilansir laman Very Well Mind, seseorang dengan BPD memiliki pemicu yang biasanya berasal dari dalam dan luar tubuh.

Perlu diketahui, pemicu BPD antara satu dan lain pengidap bisa berbeda. Meski begitu, ada beberapa jenis pemicu yang sangat umum dialami orang dengan BPD.

Peristiwa yang bisa memicu gejala BPD, bisa bersifat eksternal dan internal (yang berhubungan dengan pikiran atau ingatan).

Ketika ada pemicu tertentu, satu atau lebih gejala BPD akan muncul dan meningkat secara signifikan.

Pemicu eksternal

Pemicu paling umum terjadiya BPD adalah tekanan dalam hubungan atau interpersonal dengan orang lain.

Banyak orang dengan BPD mengalami ketakutan dan kemarahan hebat, perilaku impulsif, melukai diri sendiri, dan bahkan bunuh diri ketika merasa ditolak, dikritik, atau ditinggalkan.

Ini adalah fenomena yang disebut kepekaan pengabaian atau penolakan.

Sebagai contoh, Anda meminta teman untuk menelepon. Namun setelah ditunggu selama berjam-jam, teman Anda ini tidak menelepon Anda.

Anda kemudian berpikir negatif atau berprasangka buruk terhadap teman Anda, seperti "Dia mungkin membenciku" atau "Tidak ada yang mau berteman denganku".

Ketika prasangka-prasnangka buruk ini terus menempel dalam pikiran, kemudian mulai muncul gejala seperti kemarahan dan dorongan untuk melukai diri sendiri.

Pemicu internal

Pemicu internal biasanya berhubungan dengan ingatan kenangan masa lalu atau pikiran yang tiba-tiba muncul. Orang-orang yang memiliki pengalaman traumatis seperti pelecehan anak bisa memicu munculnya BPD.

Ketika kenangan masa lalu yang bersifat traumatis muncul, hal ini dapat memicu emosi yang intens dan gejala BPD lain.

Bukan hanya kenangan buruk yang dapat memicu BPD. Ingatan tentang masa-masa indah juga bisa memicu BPD, karena menjadi pengingat bahwa masa sekarang tak sebaik dulu.

Baca juga: Sulli f(x) Bunuh Diri, Begini agar Orang Terdekat Tak Lakukan Hal Sama

Cara mengelola pemicu BPD

Orang dengan BPD memiliki pemicu berbeda dan tak selalu sama.

Oleh sebab itu, langkah pertama dalam mengelola pemicu adalah mengetahui peristiwa, situasi, pikiran, atau ingatan apa yang dapat memicu ledakan emosi.

Beberapa latihan ini dapat Anda lakukan.

Pertama, hindari hal-hal yang dapat membuat suasana hati dan emosi berubah. Misalnya, jika ada film yang setelah ditonton justru mengubah suasana hati, maka film itu tak usah ditonton lagi.

Namun, jika Anda ada pemicu yang tidak dapat dihindari, cobalah temui terapis dan belajar secara bertahap bagaimana mengelola pemicu tersebut.

Seorang terapis akan membantu Anda mengekspresikan emosi dengan orang lain sehingga akhirnya Anda merasa tidak ditolak dan menyayangi diri Anda sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com