KOMPAS.com - Penyakit tiroid dinyatakan sebagai salah satu dari dua masalah besar di bidang endokrinologi dan metabolisme, dengan yang satunya lagi kencing manis (diabetes melitus).
Dikatakan oleh dokter spesialis penyakit dalam dari RSCM yang juga baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia, Prof Dr dr Imam Subekti SpPD-KEMD, hormon tiroid pada dasarnya memiliki banyak peran penting dalam berbagai proses metabolisme, mulai dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
"Hingga menjadi regulasi suhu tubuh serta aktivitas fisiologis pada hampir semua sistem organ tubuh manusia," kata Imam.
Itulah sebabnya gangguan fungsi tiroid, baik berupa kelebihan (hipertiroidisme) atau kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme), dapat mengganggu berbagai proses metabolisme, aktivitas fisiologis dan pertumbuhan serta perkembangan berbagai jaringan, termasuk sistem saraf dan otak.
Baca juga: Hipotiroid, dari Penyebab, Gejala hingga Pengobatannya
Penyakit yang timbul dari hipertiroidisme dab dapat menyebabkan gangguan pada kekebalan tubuh disebut dengan penyakit Graves.
"Dengan kata lain, penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelenjar tiroid yang aktif dan memproduksi hormon tiroid secara berlebihan," ujar Imam.
Di antara penyakit-penyakit di bidang tiroid, penyakit Graves menempati posisi penting, mengingat jumlahnya sekitar seperempat dari keseluruhan kasus tiroid dan bahkan merupakan penyebab sebagian besar kasus kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme).
Salah satu bentuk dari penyakit Graves adalah Oftalmopati Graves (OG), di mana mata jadi menonjol, terasa kering, tertekan atau sakit, kelopaknya membengkak, sensitif terhadap cahaya, penglihatan ganda pada satu objek, dan memerah akibat peradangan.
Sayangnya, OG merupakan salah satu penyakit tiroid dengan terapi yang relatif terbatas dan hasil pengobatan yang masih belum memuaskan. Oleh karena itu, mengetahui faktor risiko dan mencegahnya sejak dini sangat penting untuk menjaga kualitas hidup penderita Graves.
Baca juga: 5 Hal Tak Terduga yang Pengaruhi Keseimbangan Hormon Anda
Faktor risiko OG
Terdapat beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai faktor risiko timbulnya oftalmopati pada penyakit Graves dan berpengaruh pada progresivitas Oftalmopati Graves.
Imam mengelompokkan faktor risiko OG menjadi dua kelompok.
Kelompok yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu seperti usia, jenis kelamin dan genetik.
Sementara kelompok yang dapat dimodifikasi, yaitu faktor lingkungan, penggunaan terapi iodium radioaktif untuk kelebihan hormon tiroid, disfungsi tiroid (hipertiroid dan hipotiroid) dan kadar TRAb (antibodi reseptor TSH).
Pencegahan OG
Oleh karena itu upaya pencegahan bisa dilakukan, dalam bentuk upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer oftalmopati Graves (OG) ditujukan untuk mencegah kejadian OG dengan penghentian merokok dan mempertahankan kadar hormon tiroid dalam batas normal (eutiroidisme).
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah progresi OG dengan melakukan penghentian merokok, mempertahankan eutiroidisme ditambah pemberian selenium.
Sedangkan pencegahan tersier bertujuan mencegah komplikasi dan meminimalisir kecacatan dengan melakukan penghentian merokok, mempertahankan eutiroidisme ditambah intervensi lokal di bagian mata serta pembedahan.
Serta kata Imam, upaya pencegahan memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan manusia secara utuh baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
"Dan juga tentunya selain pendekatan holistik, pendekatan tim terhadap pasien juga sangat penting," tuturnya.
Baca juga: 5 Tanda Pria Kekurangan Hormon Testosteron
Dalam pendekatan tim, pasien merupakan fokus utama dan dengan demikian menjadi tanggung jawab setiap anggota tim berdasar pada pemahaman di atas.
Para dokter lintas departemen di RSCM yang memiliki minat pada penyakit Graves dan OG sudah mencoba membangun kebersamaan dalam mengelola pasien oftalmopati Graves dengan menyusun Petunjuk Praktis Pencegahan dan Pengelolaan Oftalmopati Graves.
"Pada titik ini kolaborasi lintas departemen merupakan solusi, baik untuk kepentingan pasien, maupun untuk kepentingan proses belajar mengajar," ujarnya.
Kolaborasi lintas departemen tentu tidak boleh berhenti sampai tersusunnya Petunjuk Praktis saja, tetapi harus secara konsisten melaksanakan petunjuk yang telah disepakati, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian untuk bahan evaluasi, sambil dirintis pembentukan klinik terpadu tiroid-mata.
Melalui upaya-upaya di atas, diharapkan oleh Imam pengelolaan oftalmopati Graves di Indonesia dapat menemukan titik terang sehingga pasien penyakit Graves dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.