Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker, Penyakit Sepanjang Jalan yang Mematikan

Kompas.com - 09/10/2019, 13:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kanker adalah penyakit yang paling sering terjadi dan menyebabkan kematian di dunia termasuk Indonesia.

Dalam data yang diambil dari Global Cancer Observatory pada tahun 2018, dari total populasi di Indonesia sebanyak 266.794.986 orang, terdapat 348.809 jiwa yang terkena kasus kanker.

Dinyatakan oleh Marketing Manager PT Kalbe Farma Tbk, dr Selvinna, meski angka tersebut hanya 1,5 persen dari jumlah penduduk di Indonesia, tapi pembiayaan untuk menangani kasus kanker luar biasa besar.

Oleh karena itu banyak pengobatan kanker yang tidak ditanggung oleh BPJS, karena obat untuk kanker pada tingkat stadium tinggi ini dinyatakan mahal.

"Biaya untuk mengobati kanker pada stadium tinggi itu mahal, makanya sekarang BPJS tidak lagi menanggung pembiayaan itu, karena biaya tunggakan BPJS membengkak karena itu," kata Selvi di Bogor, Selasa (7/10/2019).

Baca juga: BPOM Tarik 5 Produk Ranitidin yang Terdeteksi Kandung Zat Penyebab Kanker

Biaya yang mahal itu juga didukung dari karakteristik penyakit kanker yang dianggap sebagai penyakit sepanjang jalan.

Dijelaskan oleh Selvi, dikatakan penyakit sepanjang jalan atau journey ialah karena kanker bukan sebuah penyakit yang bisa sembuh dalam hitungan hari atau minggu.

"Penyakit kanker itu bukan penyakit yang cepat sembuhnya, tapi bisa berbulan-bulan bahkan hitungan tahun, atau bahkan setelah dinyatakan sembuh juga masih bisa berpotensi kembali lagi kankernya," ujarnya.

Proses yang dialami seseorang yang didiagnosis terkena kanker juga panjang, dan melalui berbagai fase.

Menurut Selvi, setelah didiagnosis, pasien akan mengalami fase seperti denial, depresi, perubahan emosi terutama marah, hingga akhirnya mengalami kebingungan untuk menentukan keputusan yang tepat setelah diagnosis itu dipastikan benar.

"Mereka (pasien) yang sudah didiagnosis, biasanya denial atau tidak percaya dan menyangkal dirinya terkena kanker, ya mereka bisa berpikir mungkin itu diagnosis salah atau 'ah aku kan cuma sakit pinggang aja' atau bagaimanalah begitu, dan itu biasanya memang begitu," ujarnya.

Baca juga: Serba-serbi Kanker Prostat, dari Faktor Risiko, Gejala hingga Deteksi Dininya

Setelah penyangkalan dari diri pasien tersebut, pasien tidak sedikit yang mengalami depresi dengan hasil diagnosis karena selalu dipikirkan, bahkan pemikiran yang negatif yaitu kematian.

Oleh sebab itu emosi pasien terdiagnosis kanker, kata Selvi kadang tidak stabil, karena depresi mereka bisa jadi pemarah untuk melampiaskan depresi yang sedang mereka alami.

Pemilihan untuk melakukan pengobatan seperti kemoterapi atau terapi lain juga menjadi kebingungan tersendiri. Hal ini didasari ketakutan efek samping seperti yang dialami beberapa orang pengidap kanker sebelumnya.

"Makanya karena ketakutan pengobatan dengan kemoterapi misal, obat herbal lebih dipilih masyarakat, meskipun herbal tidak membantu mengobati pada dasarnya," ucap Selvi.

Baca juga: Ranitidine Disinyalir Mengandung Zat Penyebab Kanker, Ini Tanggapan Ahli

Nah untuk menghindari dan mencegah semakin banyak masyarakat yang mengidap penyakit kanker, Selvi mengatakan perlu untuk melakukan pemeriksaan di tempat pelayanan kesehatan.

"Karena perlu diingat, penyakit kanker itu kehidupannya komprehensif. Tidak pada saat sakit saja tetapi dari sebelum dan paska sakit tersebut," tuturnya.

Selain mencegah sejak dini, dukungan dari lingkungan dan orang-orang disekitar penderita kanker juga perlu diutamakan dalam upaya penurunan penderita kanker ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com