Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca Ricuh Papua, Masyarakat Butuh 2 Pendekatan agar Sembuh dari Luka

Kompas.com - 05/10/2019, 18:33 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam menyikapi persoalan kerusuhan di Papua, tidak cukup hanya memberikan bantuan logistik. Kita juga perlu melakukan berbagai pendekatan terhadap masyarakat setempat.

Hal inilah yang disampaikan Psikolog Sosial dan Budaya, Dr Endang Mariani MPsi menanggapi hal yang harus dilakukan pasca kerusuhan yang marak terjadi di Papua.

"Masyarakat itu mungkin bisa jadi ada yang mengalami trauma. Nah itu dukungan logistik saja tentu tidak akan cukup. Makanya perlu adanya pendekatan-pendekatan tertentu yang harus dilakukan oleh relawan ataupun profesional dalam bidang itu," kata Endang di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Dia menyebutkan ada dua pendekatan yang bisa dilakukan yaitu sebagai bentuk dukungan terhadap warga yang mengalami kasus kericuhan di Papua tersebut.

Baca juga: FKUI Nyatakan Komitmen untuk Dokter di Papua Pasca-Tewasnya dr Soeko

Pendekatan psikososial

Pertama yang harus dilakukan kata Endang, yaitu memastikan kondisi di lokasi sudah kembali aman atau tidak bergejolak panas.

Karena menurutnya, susah untuk melakukan pendekatan jika kondisi masih dalam keadaan tidak terkendali.

Psikososial awal yang akan dilakukan yaitu untuk para penyintas atau orang yang selamat dari kasus tersebut, baik itu dari anak-anak sampai orang tua, wanita dan juga pria.

Sebab, psikososial ini akan berhubungan dengan perilaku terkait traumatik yang acapkali dialami bagi orang, paska mengalami kejadian tragis versi individu masing-masing.

“Makanya yang pertama perlu diperhatikan yaitu kondisi aman, yang paling rentan adalah anak-anak meski bisa juga orang dewasa mengalami traumatik karena kejadian rusuh itu, makanya sebelum mendekati mereka dan melakukan pendekatan lain, membuat korban merasa aman itu penting,” ujarnya.

Hal tersebut dianggap penting, untuk dapat mengembalikan kondisi emosional mereka yang mengalami trauma disaat dan paska kerusuhan terjadi.

Sehingga, setelah kondisi emosional tidak terguncang dan kembali seperti biasa meskipun diakui Endang tidak menjadikan mereka melupakan kejadian tersebut.

“Paling tidak, kita buat mereka dapat kembali menjalani kehidupan dengan semestinya setelah tragedi itu. Juga, buat mereka dapat mengontrol emosi mereka dengan normal,” tuturnya.

Pendekatan budaya

Selanjutnya melakukan pendekatan budaya untuk memulihkan kondisi dan rasa aman mereka terhadap tanah tempat tinggal mereka tersebut.

"Setiap daerah itu punya kearifan lokal masing-masing. Nah untuk memulihkan agar mereka tidak mengalami trauma dengan daerahnya sendiri yaitu dengan menggunakan budaya setempat itu juga," ujar Endang.

Contoh yang dimaksudkan Endang yaitu orang Papua suka membuat makanan khas daerah seperti kue lontar dan papeda, dari sagu. Nah, para pengungsi terutama kaum ibu akan diajak masak bersama di dapur pengungsian.

Sembari memasak, relawan dan juga psikiater ataupun psikolog akan mencoba mengobrol dengan sesekali memberikan narasi-narasi positif.

"Itu (memasak bersama) kan bisa ngobrol kan. Nah, memasak bersama itu bisa menenangkan mereka (ibu pengungsi), pada saat itu kita masuki naras-narasi positif gitu. Aspirasi positif yang bisa membangun semangat lagi kemudian membawa membangun keamanan dan kenyaman mereka dan kita juga," ucap dia.

Serta, kearifan lokal di Papua dijelaskan oleh Endang bahwa peran mama atau sebutan bagi wanita (ibu) bagi masyarakat Papua sangatlah berpengaruh.

Baca juga: Lewat Ekowisata, Hutan Papua dan Kekayaannya Bisa Terlestarikan

Mama berperan sebagai pencari nafkah dan juga pengendali sosial yang dihormati di masyarakat Papua. Oleh karena itu, misi utama yang baiknya dilakukan untuk mengembalikan keadaan dan kondisi para pengungsi lebih baik yaitu membuat mama tersebut merasa lebih baik atau berbahagia.

“Kita buat mama nya bahagia atau lebih baik dengan narasi-narasi positif, itu akan berpengaruh ke anak-anak mereka dan juga suami mereka untuk lebih tenang mendengarkan mama mereka. Termasuk untuk yang mengalami trauma sekalipun, mama itu kuncinya,” kata dia.

Pelukan mama terhadap anaknya menjadi hal yang biasa dilakukan masyarakat Papua, ini juga yang dianggap menjadi budaya yang bernilai lebih untuk masyarakat Papua, maka kesehatan dan perasaan bahagia mama itu menjadi lebih utama.

Kedua pendekatan ini juga berlaku untuk dilakukan kepada pengungsi akibat kerusuhan di Papua, yang bukan warga asli setempat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau