Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penularan Penyakit Rabies di NTT Bisa Dicegah, Asalkan...

Kompas.com - 28/09/2019, 18:32 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi


KUPANG, KOMPAS.com - Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maxs UE Sanam berkata, penyakit rabies yang menyerang warga NTT bisa dicegah.

"Rabies hanya bisa dicegah jika ada kerja sama lintas sektor. Tidak bisa ditangani sendiri oleh sektor kesehatan," ungkap Maxs kepada sejumlah wartawan di sela-sela Seminar Nasional Himpro ke-5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Undana Kupang, Kamis (26/9/2019).

Dalam diskusi yang mengambil tema "Strategi menghadapi Emerging dan Re-emerging Infectious Deseases di Indonesia" Maxs menyebut bahwa rabies masuk dalam kategori Re-emerging Infectious Deseases (REID).

REID merupakan penyakit yang pernah muncul di masa lampau dan sudah mengalami penurunan tingkat kejadian, tetapi kemudian menunjukkan peningkatan insidensi dan cakupan geografis.

Baca juga: Anjing Serang ART Hingga Tewas, Kenali Gejala hingga Pencegahan Rabies

Contohnya adalah kasus rabies di Flores yang kemudian menular hingga ke Lombok dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Maxs mengatakan, penanganan rabies harus mengunakan konsep one health atau pendekatan multidisiplin ilmu. Selain itu, dibutuhkan upaya massal untuk membangkitkan kesadaran masyarakat pada semua level.

Pasalnya, untuk menangani kasus rabies, yang harus divaksin bukan hanya warga yang digigit saja, tetapi juga anjingnya dan itu membutuhkan kemauan dari pemilik anjing.

Itulah sebabnya Seminar Nasional Himpro ke-5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan diadakan.

"Kami berharap, kegiatan ini dapat mengedukasi mahasiswa kedokteran hewan, lembaga terkait dan masyarakat, sehingga lebih peduli dan sadar akan bahaya penyakit emerging dan re-emerging ini," ujar Maxs.

Ketua Panitia Seminar, Maria Anastasia Novia Woi, mengatakan bahwa seminar dihadiri sekitar 300 mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan Undana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana, dan Fakultas Peternakan Undana.

Selain itu, juga dihadiri oleh perwakilan mahasiswa dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Padjadjaran Bandung.

Emerging dan re-emerging infectious disease

Maria menjelaskan, rabies merupakan bagian dari emerging dan re-emerging infectious disease.

Emerging dan re-emerging infectious disease merupakan penyakit menular pada manusia dan hewan, dengan tingkat kejadian yang meningkat dalam dua dekade terakhir.

Peningkatan angka kejadian penyakit ini jelas menjadi ancaman baru pada masa yang akan datang dengan cakupan geografis yang meluas.

New Emerging Infection Disease lanjut Maria, kalau diterjemahkan artinya adalah infeksi yang baru muncul.

Sebagian besar infeksi yang baru muncul tersebut dominan bersumber dari binatang atau yang biasa disebut zoonosis.

Sedangkan Re-emerging Disease merupakan penyakit yang terjadi karena adanya mutasi dari penyakit awal.

Maria menjelaskan, penyakit emerging ini contohnya seperti cacar monyet, yang merupakan virus tipe baru.

Saat ini, fokus penyakit emerging yang dibahas adalah rabies, khususnya di NTT karena masih banyak kejadian tertular rabies di sana terutama di Pulau Flores.

Sementara penyakit cacar monyet paling banyak ada di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Setelah penyakit itu muncul, diusahakan segera diobati, agar jangan meluas ke daerah lainnya di Indonesia.

Menurut Maria, dampak dari emerging dan re-emerging infectious disease yakni gangguan kesehatan pada masyarakat yang menyebabkan kematian, pambatasan ekspor ternak dan produksinya dan penurunan produktifitas dan manusia yang tertular.

Selain itu, kerugian ekonomi seperti penurunan perdagangan, beban biaya pengobatan, penurunan wisatawan, serta mengganggu ketentraman manusia.

"Karena itu, perlu adanya tindakan pengendalian dan pemberantasan emerging dan re-emerging," tegasnya.

Baca juga: Vaksinasi untuk Memberantas Rabies

Maria berharap, melalui seminar ini, para mahasiswa lebih memahami tentang strategi untuk menghadapi penyakit tersebut.

"Harapan kami melalui seminar ini juga, mahasiswa lebih mengerti sejak dini dan mendapatkan ilmu dari para pakar yang menjadi narasumber terkait penanganan penyakit infeksi itu,"ujarnya.

Untuk diketahui, wabah rabies terjadi di NTT, khususnya Pulau Flores dan Lembata. Penyakit itu sudah menelan ratusan orang sejak 1997.

Hingga 2019, penularan virus rabies belum berhasil dicegah pemerintah. Bahkan, selama September 2019, tercatat tiga orang meninggal karena digigit anjing rebies.(K57-12).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com