KOMPAS.com - Banyak orang beranggapan bahwa gangguan BAK merupakan hal yang normal dialami lansia atau geriatri. Namun, sebetulnya gangguan BAK bisa diterapi.
Dilansir dari Health First oleh Rumah Sakit Pondok Indah, angka kejadian gangguan BAK meningkat seiring bertambahnya usia.
Pada pria, angka kejadiannya meningkat dari 4,8 persen pada usia 19-44 tahun menjadi 11,2 persen pada usia 45-64 tahun dan 21,1 persen pada orang yang berusia 65 tahun ke atas. Sementara pada wanita berusia lebih dari 65 tahun, angka kejadiannya mencapai 50 persen.
Sayangnya, ungkap dr Doddy Hami Seno, Sp.U, kebanyakan pasien tidak segera memeriksakan diri ke dokter sampai benar-benar menimbulkan gejala yang serius.
Padahal jika gangguan ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan menimbulkan berbagai komplikasi, seperti secara tiba-tiba tidak bisa BAK (retensi urin), terdapat batu di kandung kemih, kerusakan kandungan kemih, hingga sumbatan saluran kencing.
Tidak hanya itu, gangguan BAK bisa menyebabkan penurunan fungsi ginjal, iritasi kulit dan dermatitis, serta urosepsis (kondisi infeksi yang mengancam jiwa).
Nah, karena peningkatan kejadian gangguan kemih tersebut berbeda antara pria dan wanita, ternyata hal yang menjadi penyebab dan gejalanya juga berbeda.
Faktor penyebabnya yaitu pembesaran kelenjar prostat, penyempitan saluran uretra, kandung kemih yang terlalu aktif dan juga bisa berasal dari penyebab lainnya, seperti diabetes mellitus (DM), infeksi saluran kemih (ISK), batu kandung kemih, kanker prostat, kanker kandung kemih, kelainan neurologis, konstipasi dan depresi.
Sementara gejala dari gangguan kemih pada pria ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu gejala iriatif dan gejala berkemih.
Pada gejala iriatif, adanya keinginan mendadak untuk berkemih yang tidak bisa ditahan, juga peningkatan frekuensi berkemih pada siang hari, atau sering terbangun di malam hari untuk berkemih dan mengompol sebelum sampai ke toilet.
Pada gejala berkemih (voiding), terjadi pancaran urin yang melemah, juga ada kesulitan untuk mulai berkemih, aliran urin yang terputus-putus, serta mengejan saat berkemih dan urin menetes pada fase akhir berkemih.
Faktor penyebab terjadinya gangguan berkemih pada wanita bisa karena berbagai hal, seperti usia lanjut, obesitas, paritas (jumlah kelahiran anak), cara persalian, menopause, dan riwayat keluarga dengan gangguan BAK.
Selain itu, bisa juga dikarenakan oleh merokok, mengonsumsi minuman yang mengandung kafein dan alkohol, diabetes mellitus, stroke, konstipasi, depresi, dan riwayat operasi pengangkatan rahim atau radiasi.
Adapun perihal gejala yang akan dialami wanita dengan gangguan berkemih, yaitu rasa nyeri atau terbakar saat BAK, nyeri perut bagian bawah, frekuensi buang air kecil meningkat, serta ada perasaan mendesak untuk BAK (urgensi).
Namun, selain itu ada juga yang malah mengompol saat batuk, bersin, atau beraktivitas fisik, kehilangan kontrol kandung kemih, nokturia, pancaran urin lemah dan ada rasa tidak tuntas setelah BAK atau bahkan meneteskan urin setelah BAK selesai.
Nah, agar terhindar dari gangguan berkemih pada usia lanjut (geriatri) Anda bisa melakukan beberapa hal yang disarankan oleh dokter Doddy ini.
Berusalah untuk memodifikasi gaya hidup dengan menghindari rokok, konsumsi minumal beralkohol, kafein (kopi, teh), soda, serta makanan pedas atau asam dan lakukan penurunan berat badan.
Minum cairan dalam jumlah sedikit, tapi sering pada interval yang teratur sepanjang hari. Namun, jangan kurangi jumlah total cairan hingga kurang dari 2-2,5 liter per hari.
Lalu, cobalah menghindari konstipasi dengan meningkatkan asupan serat.
Jika Anda atau keluarga sudah mengalami gangguan ini, maka disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter.
Dokter mungkin akan menganjurkan terapi obat, pembedahan, atau intervensi non-pembedahan tergantung pada tingkat keparahan dan penyebab gangguan BAK.
Terapi non pembedahan, antara lain behavioral therapy (terapi perilaku), biofeedback (serangkaian teknik untuk mengendalikan respons tubuh), latihan otot dasar panggul (kegel), dan stimulasi elektrik otot dasar panggul.
Pemeriksaan evaluasi yang mungkin diperlukan untuk mengetahui penyebabnya, antara lain laboratorium, ultrasonografi (USG), uroflowmetri, urodinamik, CT scan, atau Magnetic Resonence Imaging (MRI).
Nah, jika Anda menggunakan popok untuk orang dewasa, gunakanlah secara bijak yaitu tetap dalam kondisi higienis dan nyaman digunakan.
Selain itu, meskipun popok dewasa dapat mengurangi kejadian mengompol dan komplikasinya, perlu diingat bahwa tetap diperlukan pendekatan terapi lain sebelum menggunakan popok dewasa untuk jangka panjang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.