Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Pakar Adiksi, Perlu Kajian Sebelum BNN Larang Daun Kratom

Kompas.com - 02/09/2019, 20:07 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tanaman kratom, obat tradisional asal Kalimantan, rencananya akan dinaikkan jadi obat-obatan terlarang Golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Hal ini membuat pakar adiksi angkat bicara sebelum persoalan ini menjadi polemik heboh layaknya tanaman Bajakah beberapa waktu yang lalu.

Peneliti dan pakar adiksi di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho MsC, yang dihubungi Kompas.com pada Senin (2/9/2019), mengatakan bahwa persoalan tanaman perdu Kratom ini sudah menjadi polemik di antara para peneliti dan pembuat kebijakan sejak lima tahun belakangan.

Topik perdebatannya mengenai apakah kratom akan dimasukkan ke dalam Golongan I, jenis obatan yang tidak bisa dipakai untuk medis dan penggunaan lainnya karena kekhawatiran potensi penyalahgunaan psikoaktif dalam kratom.

"Memang banyak perdebatan tentang ini, mungkin BNN ini mengikuti kebijakan yang ada di Amerika yang mengkategorikan kratom ini sebagai salah satu narkotika," kata Hari.

Baca juga: Daun Kratom, Benarkah Bikin Kecanduan dan Bisa Mematikan?

"Saya pribadi, sebagai peneliti dan seterusnya, ya ini (efeknya kratom) tidak signifikanlah, memang punya potensi untuk disalahgunakan tapi ya itu kasus-kasusnya lebih jarang ada dibandingkan dengan drug (obatan terlarang) yang lain seperti metafetamin atau ganja," imbuh Hari.

Menurut Hari, pemerintah harus melakukan riset mengenai tingkat penyalahgunaan kratom di Indonesia dulu, sehingga kebijakan yang nantinya diambil tidak berdampak pada sektor lainnya.

"Karena tidak semata-mata hanya mengikuti tren pembicaraan. Karena di setiap negara berbeda-beda menanggapi kratom ini. Seperti Thailand yang memasukkan kratom ke golongan rendah, artinya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan medis dan lainnya yang bermanfaat," jelas Hari.

Riset yang disarankan oleh Hari akan mengungkap jumlah kasus penyalahgunaan kratom di Indonesia dan seperti apa penyalahgunaanya, apakah dicampur dengan zat-zat lain atau dikonsumsi di luar batas wajar.

Baca juga: Pada Dosis Tertentu, Kratom Bisa Mengurangi Rasa Sakit dan Nyeri

"Saya rasa ini belum banyak tergambar dari survei-survei yang dilakukan beberapa instansi kita, apakah memang betul kratom ini banyak berdampak dan disalahgunakan di Indonesia atau tidak. Jangan karena tanaman ini punya psikoaktif, langsung dilarang di negara kita," kata Hari.

Pasalnya, harus diingat bahwa ada juga tanaman yang mengandung psikoaktif di sekitar kita tetapi tidak disalahgunakan, sehingga tidak menimbulkan dampak buruk dan malah bisa dimanfaatkan secara ekonomi dan menjadi sumber pendapatan negara.

"Tanaman kratom ini oleh pengusaha di Kalimantan lebih banyak dijual ke luar negeri, dan ini menguntungkan sebenarnya. Tidak juga disalahgunakan untuk menjadi efek buruk bagi masyarakat. Jadi mungkin kita bisa cari tahu negatifnya apa, terus bisa enggak dicari kebermanfaatannya dari aspek lain begitu," tutur Hari.

Selain pemerintah, masyarakat juga dihimbau oleh Hari untuk lebih bijak dalam mempertimbangkan kratom. Belajar dari kontroversi bajakah beberapa waktu lalu, masyarakat diharapkan tidak asal memakai kratom karena klaim-klaim yang tidak bertanggung jawab, tanpa mengetahui konsekuensi negatif atau hukumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau