Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arwana Super Red, Ikan Kalimantan Barat yang Terancam Punah

Kompas.com - 29/08/2019, 10:01 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Kepunahan dan upaya yang dilakukan

Kepunahan ikan arwana super red di alam secara alami memang dianggap megkhawatirkan bahkan terancam punah menurut IUCN, karena tingkat peminat pasar dan daya jual ikan arwana sudah tinggi (jutaan rupiah).

Sebelum akhisnya ada Surat Keputusan Bupati kapuas Hulu Nomor 6 Tahun 2001, bahwa Danau Lindung Empangau yang berada di Desa Nanga Empangau, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimanta Barat yang ditetapkan sebagai danau lindung.

Termasuk juga didalamnya upaya perlindungan arwana dan kelestarian produksi ikan lainnya di dalam danau lindung tersebut. 

Oleh karena itu untuk meminimalisirkan kemungkinan terburuk atau kepunahan terhadap ikan tersebut, populasi arwana super red di Kapuas Hulu saat ini banyak dilakukan pembudidayaan oleh masyarakat, dalam bentuk kolam ikan maupun dalam akuarium (penakaran).

Baca juga: Gara-gara Perubahan Iklim, Penyu Jantan Bisa Punah dari Muka Bumi

Konservasi yang dilakukan bertujuan untuk melindungi kelestarian induk arwana (F1) sebagai sumber daya genetis arwan super red tetap ada.

Bahkan terdapat komunitas dan asosisasi pedagang dan penangkar silok di Kalimantan Barat, yang selain menjadi alternatif mata pencaharian di daerah tersebut, banyaknya penangkaran ikan arwana super red ini berpotensi menjadi daerah ekowisata.

Dijelaskan oleh Direktur Program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan, Puspa Dewi Liman, arwana super red adalah hewan yang hampir punah dan dilindungi. Alhasil, penangkaran menjadi jalan untuk mengembangbiakan hewan tersebut.

"Apalagi ikan (super) red yang ada di alam mengkhawatirkan populasinya, apalagi itu sumber genetis alami (F1) dari jenis ikan ini, beda ikan hasil penakaran dan alam, yang bisa dijadikan induk utama itu yang ada di alam," kata Puspa.

"Pengelola penangkaran juga berkewajiban untuk melepasliarkan ikan tersebut jika sudah memenuhi kesiapan untuk bertahan hidup di alam," imbuhnya.

Serta, untuk meminimalisir terjadinya efek perkawinan satu induk, pihak penakaran arwana super red di Kapuas Hulu, melakukan dan mewajibkan sumbangsih satu ekor ikan untuk ditukarkan dengan penakaran lainnya.

Sementara hewan yang sudah di alam, kata Puspa harus dijaga secara betul, karena merupakan simbol dan menjaga kearifan lokal masyarakat setempat juga.

Dalam hukum adat daerah setempat mengatur pemanenan ikan arwana (di alam) berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah seluruh desa Empangan.

Arwana yang berada di danau hanya boleh diambil anakannya saja. Itupun anakan dengan ukuran kurang dari 5 sentimeter, jika lebih dari itu harus dikembalikan ke danau.

Peralatan yang digunakan dalam mengambil anakan arwana adalah senter, jaring ataupun parang payung. Selain alat itu tidak diperbolehkan.

Baca juga: Murai Batu, Burung Penyanyi Paling Populer di Asia Terancam Punah

Nelayan dan orang desa yang mengambil anakan ikan arwana yang lebih dari ukuran dalam hukum adat, akan dikenakan denda 300 ribu rupiah, dengan perhitungan 250 ribu rupiah akan di masukkan dalam kas pokwasmas dan sisanya akan digunakan untuk keperluan sosial dan ibadah.

Durasi pembayaran denda adalah 3 bulan. Selain itu ada aturan sosial warga setempat untuk tidak mengambil ikan arwana dalam waktu tiga hari berkabung setelah ada warga yang meninggal dunia.

Panen arwana dalam setahun biasa dilakukan satu kali atau dua kali oleh warga setempat.

"Harapan ke depannya sumber daya genetis tetap terjaga dan masih ada," tutur Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com