Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Pria Tega Bunuh Pasangan karena Ditolak Berhubungan Seks?

Kompas.com - 21/08/2019, 17:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kasus seorang pria membunuh pasangan karena ditolak hubungan badan kembali terjadi di Riau.

Diberitakan Kompas.com, YP (19) seorang remaja di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau, tega membunuh pacarnya, DS (14).

Korban dibunuh, karena menolak diajak berhubungan badan oleh pelaku. Motif dan sebab pembunuhan tersebut terungkap setelah polisi dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Siak dan Polsek Kandis berhasil menangkap YP.

Ironisnya, pelaku mengaku baru kenal lewat Facebook kurang lebih sepekan.

Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Sudah ada banyak kasus pembunuhan berlatar belakang penolakan hubungan seks. Namun mengapa hal seperti ini masih terjadi?

Baca juga: Remaja di Riau Bunuh Pacar Gunakan Cangkul karena Menolak Berhubungan Badan

Menanggapi pemberitaan ini, Kompas.com menghubungi antropolog gender dari Universitas Indonesia (UI) Irwan Martua Hidayana.

Menurut Irwan, ada beberapa faktor yang memicu kasus pembunuhan karena masalah hubungan intim bisa terus berulang.

Pertama adalah perasaan dominan yang dimiliki pria, sehingga pria merasa mampu melakukan segalanya kepada perempuan.

Kedua adalah niat untuk melakukan kekerasan seksual sejak awal.

"Saya percaya kekerasan seksual tidak dilakukan dengan spontan, semua sudah ada niatan sebelumnya," ujar Irwan dihubungi Kompas.com, Rabu (21/8/2019).

Niat ini muncul ketika pria mengajak pasangannya untuk pergi dan melakukan hubungan seksual.

Namun ketika tawaran itu ditolak, kemungkinan pria melakukan kekerasan seksual bisa sangat mungkin terjadi.

"Jadi (kasus) ini kembali lagi pada bagaimana laki-laki memandang perempuan," kata Irwan yang juga aktif dalam isu terkait gender dan seksualitas.

Irwan menjelaskan, ketika pria mengajak perempuan untuk pergi berdua dan disetujui, pria sebagian besar akan berpikir bahwa perempuan yang diajaknya pergi mudah diajak pergi dan "memberi kesempatan".

Dari sini, langkah selanjutnya bisa jadi mengajak perempuan pergi ke suatu tempat untuk melancarkan aksi meminta berhubungan badan.

"Saat dia mengajak berhubungan badan, dia (pria) pikir si perempuan juga mudah diajak melakukan itu. Namun ternyata si perempuan menolak dan muncul peluang melakukan kekerasan bahkan sampai pembunuhan," terang Irwan.

Menghindari kasus seperti ini terulang

Masalah seperti ini sangat kompleks. Namun dengan adanya kontrol sosial, baik dari keluarga, lingkungan tempat tinggal, pendidikan, maka aksi seperti yang dilakukan YP (19) setidaknya dapat dihindari.

Kontrol sosial sendiri dapat berupa meningkatkan komunikasi antara orangtua dan anak.

Meningkatkan komunikasi penting, sebab hal ini membantu anak dan orangtua terbuka. Sehingga, anak pun dapat menceritakan pergaulannya pada orangtua.

"Kalau ada kontrol sosial dari keluarga dan lingkungan seperti tetangga, hal ini bisa membantu (mengurangi risiko kekerasan seksual) saya rasa," ujar Irwan.

Baca juga: Menurut Sains, Kita Semua Berbakat Menjadi Prada DP

Selain itu, pendidikan juga berperan dalam pembentukan karakter remaja.

Misalnya, menanamkan pada diri anak perempuan untuk menolak diajak pergi oleh lawan jenis jika hanya berdua saja.

"Kalau misal diajak jalan berdua, sebaiknya dia menolak. Misalnya mau diajak jalan kalau ada empat sampai lima teman lain. Karena dengan ramai-ramai, kemungkinan (kekerasan seksual) itu berkurang. Yang penting menolak untuk diajak pergi berdua," jelas Irwan.

Sementara untuk anak laki-laki, Irwan mengatakan penting untuk menanamkan bahwa perempuan bukan objek seksual dan pria tidak boleh merasa lebih dominan.

"Hal-hal seperti ini saya rasa bisa diajarkan dan ditanamkan di sekolah," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com