KOMPAS.com - Kerusuhan pecah di Manokwari, Papua, Senin (19/8/2019) dan memicu pembakaran gedung DPRD Papua Barat.
Kerusuhan ini sebagai buntut dari aksi protes massa terhadap dugaan persekusi dan rasisme pada mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.
Menanggapi peristiwa ini, Presiden Joko Widodo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Malang Sutiaji, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa segera menyampaikan permintaan maaf kepada warga Papua.
Menurut Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. PM Laksono, M.A, apa yang dilakukan oleh Jokowi, Risma, Sutiaji, dan Khofifah merupakan langkah awal besar yang tepat dan perlu diapresiasi.
"Ini langkah awal yang sangat baik dan positif. Namun, itu belum selesai dan pekerjaan rumah masih besar sekali," ujar Laksono ditemui di kantor Laboratorium Antropologi untuk Riset dan Aksi (LAURA), Fakultas Ilmu Budaya, UGM, Selasa (20/8/2019).
Baca juga: Konflik Papua adalah Rasisme dan Tanda Adanya Krisis Akulturasi Serius
Laksono menilai, minta maaf adalah langkah awal yang harus dilakukan.
Pasalnya, tanpa hal ini proses lain untuk menyelesaikan PR negara akan sulit untuk dilakukan.
Pekerjaan rumah yang dimaksud Laksono adalah menindaklanjuti perilaku rasisme di Indonesia.
Tidak menutup mata, rasisme di Indonesia muncul di lapangan pekerjaan, dunia pendidikan, tempat tinggal mahasiswa dari Indonesia bagian timur.
"Mahasiswa Indonesia timur sangat sulit mencari kost-kostan. Bukan hanya Papua saja, tapi semua mahasiswa dari timur Indonesia," ujar Laksono.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan