Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Fakta soal Hipotermia yang Perlu Anda Tahu

Kompas.com - 23/07/2019, 21:00 WIB
Retia Kartika Dewi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Serangan hipotermia merupakan salah satu gejala yang menjadi momok ketika seseorang atau kelompok dalam pendakian gunung.

Hipotermia merupakan kondisi mekanisme tubuh mengalami kesulitan untuk mengatur suhu tubuh pada tekanan suhu dingin, biasanya tubuh manusia mampu mengatur suhu antara 36,5-37,5 derajat celcius pada zona termonetral.

Sebelumnya, sebuah isu mendadak viral mengenai cara mengatasi hipotermia dengan bersetubuh. Kepala Bagian Humas Badan SAR Nasional (Basarnas), Suhri Sinaga menegaskan hal itu merupakan ajaran sesat.

Oleh karena itu, agar tak lagi termakan isu tak benar, masyarakat perlu mengetahui fakta-fakta seputar kondisi yang mampu merenggut nyawa manusia ini. Berikut 4 fakta mengenai hipotermia.

Baca juga: Cuaca Buruk, 1 Pendaki Gunung Mekongga Kena Hipotermia, 12 Lainnya Masih Dicari

1. Penyebab hipotermia bisa karena kelelahan fisik

Orang yang mengalami kondisi hipotermia, pada umumnya menggigil kaku, sebab suhu bagian dalam tubuh berada di bawah 35 derajat celcius.

Adapun kondisi ini termasuk dalam kategori exposure, yakni kelelahan fisik yang disebabkan oleh keadaan alam atau lingkungan.

Ketika menempuh medan pendakian, jalur yang dilalui bisa terjal atau medan yang tidak menentu. Hal inilah yang membuat pendaki harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melewati medan tersebut.

Dengan demikian, jika Anda merencanakan pendakian, sebaiknya melengkapi peralatan mendaki yang mumpuni, seperti baju hangat, tenda, jaket, baju ganti, obat-obatan, peralatan, bahan makanan, dan lainnya.

Persiapan dengan membawa bahan makanan dan baju ganti adalah kunci agar terhindar dari hipotermia. Cukupi asupan badan dengan makanan agar suhu tubuh tidak mudah mengalami penurunan suhu.

Baju ganti diperlukan untuk antisipasi jikalau pendaki dalam keadaan basah. Pada keadaan basah, serangan hipotermia biasa melanda pendaki.

Tak hanya menggigil, gejala lain hipotermia, yakni pusing, halusinasi layaknya orang kesurupan, bicara menyeret, napas cepat, kulit dingin atau pucat.

Di sisi lain, ada juga penyebab serangan hipotermia, seperti berendam di air dingin dalam jangka waktu cukup lama, terpapar udara dingin dan berangin, dan saat melakukan operasi.

Baca juga: Mengenal Hipotermia, Penyakit yang Kerap Menyerang Pendaki Gunung...

2. Proses terjadi hipotermia

Pada bagian otak manusia, terdapat organ yang berfungsi untuk mengatur temperatur atau suhu tubuh, yakni hipotalamus.

Saat tubuh mengalami perubahan suhu, maka hipotalamus akan bekerja merespons itu secara tepat. Respons yang ditampilkan hipotalamus salah satunya dengan gerakan menggigil.

Adapun respons ini merupakan suatu perlindungan tubuh untuk menghasilkan suhu panas melalui aktivitas otot atau dari proses metabolisme di dalam sel yang mendukung fungsi vital tubuh.

Dilansir dari Hello Sehat, organ jantung dan hati mampu menghasilkan suhu panas dalam tubuh.

Namun, jika manusia berada dalam ruangan dingin, kinerja jantung dan hati dalam menghasilkan suhu tubuh menjadi menurun.

Hal ini berdampak pada perlindungan untuk menjaga suhu panas tubuh dan otak berkurang, bahkan bisa terhenti.

Pada kondisi suhu tubuh rendah, beberapa fungsi tubuh juga mengalami penurunan, seperti memperlambat aktivitas otak, pernafasan, dan detak jantung.

Dengan demikian, hipotermia dikategorikan sebagai kondisi medis berbahaya dan harus lekas ditangani.

3. Pertolongan pada korban Hipotermia

Ketika menjumpai pendaki yang mengalami hipotermia, tidak perlu panik, namun segeralah melakukan pertolongan agar kondisi tidak semakin memburuk.

Metode skin to skin

Salah satu tindakan pertolongan bisa dengan metode "skin to skin" atau cara menghangatkan tubuh seseorang dengan kulit yang menyentuh kulit korban hipotermia.

Baca juga: Viral, Bagaimana Skin to Skin yang Benar untuk Atasi Hipotermia?

Kepala Bagian Humas Badan SAR Nasional (Basarnas), Suhri Sinaga menyampaikan bahwa metode ini dilakukan dengan cara saling berpelukan tanpa memakai pakaian di dalam sleeping bag agar suhu tubuh kembali normal.

Cara ini dilakukan dengan mempertimbangan kedua orang atau lebih memiliki jenis kelamin yang sama atau pasangan suami-istri, agar tidak terjadi tindakan asusila.

Jika tidak ada sleeping bag, bisa menggunakan selimut, terutama untuk menghangatkan bagian dada dan kepala korban terlebih dahulu.

Apabila korban hipotermia mengenakan pakaian yang basah, maka baju pendaki itu harus dilepas dan diganti dengan pakaian kering.

Baca juga: Tips untuk Pendaki agar Tak Terserang Hipotermia

Selain itu, penanganan korban hipotermia bisa juga dengan memberi makanan atau minuman hangat, ketika kondisi tubuh korban mampu membuka mulut atau sudah tidak kaku.

Cara lain yang bisa dilakukan, seperti memindahkan korban hipotermia ke ruangan kering dan hangat dengan gerakan pelan agar tidak memicu detak jantung yang tidak teratur.

Korban tidak sadarkan diri

Tetapi, jika korban hipotermia dalam keadaan tidak sadarkan diri dan masih dirasakan denyut nadi dan hempasan napas, segera hubungi bantuan darurat.

Penanganan dengan resusitasi jantung paru (CPR) bisa dilakukan dengan mengecek denyut nadi dan denyut jantung terlebih dahulu. Jika denyut jantung masih terasa, maka tidak perlu melakukan CPR.

Tindakan medis dengan CPR ini harus dilakukan tanpa istirahat sampai denyut nadi atau denyut korban terasa, atau bisa juga sembari menunggu paramedis datang.

4. Hindari hal ini saat mengatasi hipotermia

Kondisi tubuh yang mengalami hipotermia tidak bisa dianggap enteng. Oleh karena itu, perlu penanganan yang cepat dan tepat agar kondisi korban tidak kian memburuk.

Sejumlah hal yang perlu diperhatikan dan sebaiknya dihindari saat mengatasi korban hipotermia antara lain jangan menghangatkan tubuh mulai dari tangan dan kaki, karena bisa memicu syok pada korban.

Baca juga: 7 Perlengkapan Mendaki Wajib Bawa agar Terhindar dari Hipotermia

Kemudian, jangan memijat pada bagian kaki dan tangannya, hindari merendam tubuh korban dengan air hangat atau panas, dan juga jangan berikan alkohol atau minuman berkafein.

Selanjutnya, tidak dianjurkan menggunakan lampu pemanas yang digunakan untuk menghangatkan tubuh korban, jika korban tidak sadarkan diri sebaiknya hindari memberikan makanan dan minuman untuk dikonsumsi.

Selain itu, hindari juga menempelkan koyo atau kompres panas pada sejumlah bagian tubuh korban, seperti dada, ketiak, leher, dan pangkal paha. Sebab, tindakan ini menyebabkan luka bakar di tubuh korban.

Sumber: Kompas.com/ Wahyu Adityo Prodjo, Sherly Puspita, Retia Kartika Dewi; Hello Sehat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau