Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Kisah Nyi Roro Kidul Beri Petunjuk Kebenarannya?

Kompas.com - 21/07/2019, 17:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Viral informasi potensi tsunami selatan Jawa kini tengah meresahkan warga. Kajian yang disampaikan oleh BPPT menunjukkan bahwa wilayah Pantai Selatan (Pansela) Jawa-Bali berpotensi mengalami gempa megathrust dengan magnitudo 8,8 yang dapat memicu tsunami hingga 20 meter.

Namun, tahukah Anda bahwa tsunami pantai selatan Jawa sebetulnya sudah pernah terjadi sekitar 400 tahun yang lalu dalam skala yang luar biasa?

Fenomena itu terekam dalam mitos Nyi Roro Kidul, seperti diungkapkan oleh Eko Yulianto, pelacak jejak tsunami purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam film dokumenter LIPI yang berjudul "The Untold Story of Java Southern Sea".

Diwawancarai oleh Kompas.com via telepon, Sabtu (20/9/2019), Eko menuturkan bahwa pencarian jejak tsunami raksasa purba dimulainya ketika melakukan penelitian di lapangan dua hari setelah tsunami Pangandaran pada 2006.

Pada saat itu, dia menemukan bukti pertama yang diduga endapan tsunami purba. Namun, dia tidak dapat mengambil sampel dan meneliti lebih lanjut.

Baru satu tahun kemudian, ketika Eko menemani profesornya yang berasal dari Jepang, sampel berhasil dibawa untuk diuji di Japan Nuclear Center. Hasil pengujian yang keluar pada 2 Desember 2017 dan menunjukkan bahwa tsunami terjadi sekitar 400 tahun yang lalu plus minus 30 tahun.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Salah Memaknainya

“Dari situ saya berpikir, seandainya benar 400 tahun itu tadi, maka saat itu di Jawa sedang ada apa. 400 tahun lalu secara kasar tahun 1600. Karena sejak kecil saya juga suka sejarah, saya masih ingat pelajaran-pelajaran dulu secara umum. Tahun 1600-an itu adalah kurang lebih awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam,” ujar Eko.

“Lalu karena saya juga orang jawa, yang dibesarkan di Jawa dan masih mengalami masa ketika menonton sandiwara tradisional Jawa, ketoprak, dan sebagainya, yang saya ingat juga adalah hubungan antara raja-raja Mataram Islam dengan Ratu Pantai Selatan (Nyi Roro Kidul) sebagai sebuah mitos,” lanjutnya lagi.

Dua versi

Berdirinya Kerjaan Mataram Islam dituturkan dalam dua versi.

Versi pertama yakni dalam buku sejarah menceritakan bahwa ketika Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang ingin menyerbu Sultan Panembahan, dia terhalang oleh aliran lahar dari Gunung Merapi dan terpaksa kembali. Dalam perjalanan, dia terjatuh dari gajah tunggangannya dan meninggal.

Namun dalam versi Babad Tanah Jawi, kisah itu menjadi lebih dramatis. Panembahan Senopati atau Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa Sultan Hadiwijaya akan menyerbu sehingga mereka pun berbagi tugas untuk menangkalnya.

Ki Ageng Pemanahan berangkat ke utara untuk meminta bantuan dari Penguasa Merapi, sedangkan Panembahan Senopati berangkat ke selatan untuk meminta bantuan dari Penguasa Laut Selatan.

Ketika menuju ke Selatan, Panembahan Senopati masuk ke Kali Ompak dan berenang. Namun, kemudian seekor naga atau ikan raksasa memberikan bantuan dan mengantarkannya ke muara sungai.

Setelah naik ke daratan, dia pun bersemedi. Semedinya mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar. Gelombang ini mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan dan mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.

Saat itulah, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi karena menganggu rakyatnya. Mereka pun mencapai kesepatakan, dan Nyi Roro Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, BMKG Sebut Indonesia Memang Rawan

Mencari bukti-bukti tsunami

Eko mengatakan, jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan sama fenomena alam, maka fenomena alam itu harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang lebih valid secara ilmiah.

Secara kebetulan, Eko mendapatkan salinan dari disertassi Alfred Wichmann, seorang ahli geologi Hindia-Belanda.

Dalam disertasinya, Wichmann mencatat kejadian-kejadian tsunami, gempa bumi dan letusan gunung api di Indonesia dari tahun 300 hingga 1850 berdasarkan macam-macam sumber, mulai dari mitos, cerita rakyat hingga catatan orang Eropa yang sedang berada di Indonesia.

Disertasi Wichmann menyebutkan bahwa pada 1584-1586, ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh selatan jawa. Lalu, pada kisaran waktu yang sama, ada tiga gunung yang meletus yakni Gunung Ringgit, Gunung Kelut dan Gunung Merbabu.

“Dikatakan gempa itu mengguncang seluruh selatan Jawa. Kalau deskripsinya benar, gempa itu kemungkinan besar terjadi di jalur subduksi selatan Jawa (di lautan) dan bukan daratan Pulau Jawa. Karena kalau dari sesar di daratan, gempa itu hanya akan dirasakan oleh wilayah yang tebatas sekali,” tutur Eko.

Di samping disertasi Wichmann, Eko dan timnya juga melakukan penelitian lanjutan sejak 2006 untuk mencari bukti adanya tsunami raksasa yang dipicu oleh gempa sekitar 400 tahun yang lalu. Bila memang benar terjadi, seharusnya bukti dapat ditemukan pada hampir semua tempat di pantai selatan Jawa.

Penelitian Eko membuahkan hasil. Bukti ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang bahkan selatan Bali.

“Kami menyimpulkannya, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu,” ujar Eko.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Laut Selatan Jawa, Ini Fakta yang Harus Anda Ketahui

Legitimasi politik

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana sebuah fenomena tsunami besar dituturkan sebagai mitos?

Menurut Eko, mitos ratu pantai selatan sebenarnya adalah bukti bahwa Panembahan Senopati merupakan orang yang sangat cerdas secara politik.

Pasalnya, di samping pertemuan pertama Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul, Babad Tanah Jawa juga menceritakan banyak mitos-mitos lain.

Sebagai contoh adalah tentang kakek Panembahan Senopati yang sakti dan bisa memegang petir. Lalu, ada juga kisah mengenai ayah Panembahan Senopati berhasil meminum sebuah kelapa dalam satu tenggak. Rupanya, keturunan orang yang bisa meminum kelapa itu dalam satu tenggak akan ditakdirkan menjadi raja.

Membaca mitos-mitos ini dalam konteks sosio-kultural, Eko pun mendapatkan kesimpulan bahwa Panembahan Senopati memanfaatkan suatu peristiwa alam (tsunami dan letusan gunung) untuk menambahkan legitimasinya sebagai raja, meskipun dia tidak berdarah biru.

Jika melihat mitos-mitos itu saja, naiknya Panembahan Senopati telah ditakdirkan karena kakeknya yang sakti dan ayahnya bisa meminum kelapa dalam satu tenggak. Bahkan, Ratu Pantai Selatan dan Penguasa Merapi pun merestuinya.

Kisah Nyi Roro Kidul dan hasil pemodelan potensi tsunami selatan Jawa memberi pesan bahwa penduduk di sekitar wilayah Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara harus waspada. Tsunami pasti akan terjadi walau kita tak tahu kapan. Yang bisa dilakukan adalah bersiap-siap sehingga meminimalkan korban.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Cuma Cemas, Lakukan Ini...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau