Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menalar Kasus Ibu Bunuh Anak di Boyolali dari Kacamata Psikologi

Kompas.com - 18/07/2019, 13:18 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Orangtua yang semestinya menjadi sosok pelindung bagi buah hati, justru menjadi algojo dari kematian anaknya sendiri.

Kasus pembunuhan anak yang dilakukan orangtua kandung kembali terjadi di tengah masyarakat.

Salah satu yang terbaru adalah kasus di Boyolali, Jawa Tengah. Seorang ibu menganiaya tubuh anaknya hingga sang anak meninggal dunia.

Dilihat dari perspektif psikologis, terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi seorang orangtua hingga tega melakukan tindakan kejam kepada darah dagingnya sebagaimana disampaikan oleh Psikolog Hening Widyastuti kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2019) pagi.

Baca juga: Kasus Ibu Bunuh Anak di Boyolali Terungkap Setelah Makam Bocah Dibongkar

Masalah internal dan eksternal

Faktor utama yang membuat orangtua atau orang dewasa kehilangan akal hingga mampu menyakiti anak adalah adanya permasalahan dalam dirinya, baik secara internal maupun eksternal.

Masalah internal adalah kemelut yang ada dalam diri dan benak seseorang yang bisa tercipta akibat sejumlah faktor atau gabungan di antaranya.

Sementara masalah yang bersifat eksternal adalah permasalahan-permasalahan yang datang dari luar dirinya, misalnya masalah ekonomi, lingkungan, dan sebagainya.

"Biasanya itu banyak terjadi di ekonomi lemah, di tempat-tempat kumuh. Memang secara lingkungan kan berbeda etika, tatanan," kata Hening.

"Dia harus bekerja secara fisik keras, sampai rumah juga enggak nyaman, anak teriak-teriak, kanan kiri berteriak-teriak juga karena himpitan ekonomi dan sebagainya. Stimulusnya lebih memunculkan agresifitas di orangtua tersebut," lanjutnya.

Ada pula tuntutan memenuhi kebutuhan hidup dengan harga yang serba mahal, belum lagi jika memiliki hutang dan harus segera dibayarkan.

Masalah-masalah itu dapat memengaruhi seorang orangtua untuk kehilangan logika berpikirnya secara sehat, hingga melakukan tindakan-tindakan di luar nalar.

"Itu berdampak hati dan pikiran enggak tenang jadi kalut, bingung, apalagi kalau berkaitan sama hutang. Itu luar biasa berat, pola pikirnya jadi berat," kata Hening.

Kekalutan semacam ini membuat orang tua memiliki potensi melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti bahkan membahayakan anaknya.

Ketidakmampuan menyelesaikan masalah 

Secara psikologis, orangtua yang sampai hati melakukan tindak agresif kepada anaknya dapat disebut sebagai orang yang tidak mampu menyelesaikan masalah dan mengelola emosinya.

"Jadi dalam individu orangtua ini, secara psikologis memang ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalahnya itu tinggi. Kalau ada masalah, emosi. Kemudian meledak-meledak, dampak lebih jauhnya adalah agresi," ujar Hening.

Anggapan orangtua tidak mampu menyelesaiakan masalahnya sendiri semakin menguat ketika si orangtua menganggap tangisan, kerewelan, dan tingkah laku sang anak sebagai suatu faktor yang membawanya pada kondisi yang semakin sulit.

Baca juga: Sering Jadi Pemicu Bunuh Diri, Kenali Gejala Depresi Berikut

Tindakan agresif yang diarahkan pada anak hingga menyebabkan kematian diyakini Hening bukan sebagai tindakan yang hanya terjadi satu kali saja.

"Saya yakin sekali itu berulang kali terjadi. Sampai pada satu waktu si anak mungkin rewel, terus tidak bisa dikendalikan juga, orangtua semakin emosi, tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan nalar," ucapnya.

"Akhirnya, tindakan agresif ini yang sebelumnya berulang-ulang pada momen tertentu dia akan lebih hebat lagi," tambah Hening.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com