Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Saraf Penciuman Bisa Deteksi Demensia Sejak Dini

Kompas.com - 09/07/2019, 20:26 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Demensia adalah penyakit yang membuat otak menua lebih cepat daripada seharusnya. Tidak hanya membuat struktur otak menyusut, demensia juga membuat fungsi kognitif menurun dan perilaku terganggu.

Sayangnya hingga hari ini, obat-obatan untuk demensia belum bisa menyembuhkan penyebabnya. Obat-obatan yang tersedia baru sampai pada tahap mengobati gejalanya.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mendeteksi dini demensia dan mengenali faktor risikonya agar intervensi dapat dilakukan saat sel-sel otak masih baik.

Dalam acara konferensi pers peluncuran Paviliun Bonaventura oleh RS Atma Jaya di RS Atma Jaya, Jakarta, Selasa (9/7/2019); Dekan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UNIKA Atma Jaya Dr dr Yuda Taruna SpS memperkenalkan tes saraf penciuman untuk mendeteksi dini demensia.

Baca juga: Pemindaian Leher 5 Menit Bisa Deteksi Demensia Lebih Awal

Untuk diketahui, RS Atma Jaya merupakan rumah sakit pertama di Indonesia yang menyedakan layanan ini.

Tes saraf penciuman atau pemeriksaan N Olfaktorius dilakukan dengan menggunakan 10 bau yang biasa ditemukan di Indonesia. Orang yang dites diperbolehkan mencium bau dua kali, masing-masing selama lima menit, sebelum diminta untuk menjawab bau apa yang baru saja diciumnya.

Apabila orang tersebut tidak bisa mengidentifikasikan bau yang diujicobakan, maka diduga telah terjadi gejala awal kerusakan otak dan pasien harus diperiksa lebih lanjut.

Pelaksanaan tes ini sebagai deteksi dini demensia didasarkan pada temuan bahwa proses penuaan dimulai dari bagian bawah (basal) otak dan menjalar ke atas. Salah satu area otak yang berada pada bagian bawah otak ini adalah korteks entorhinal yang terlibat dalam pemrosesan memori bau.

“Kita menghidu sesuatu atau mencium sesuatu bukan hanya soal fungsi hidung kita. Bagaimana kita tahu bahwa yang dicium itu bau jeruk adalah suatu proses yang kompleks, di mana otak menerjemahkan (bau yang dihirup oleh hidung). Jadi tahap mencium itu adalah mengetahui apakah itu bau atau tidak, dan mempersepsikan itu bau apa,” kata Yuda.

Dia lantas menjelaskan bahwa proses terakhir, yakni mempersepsikan, terletak pada korteks entorhinal.

Baca juga: Kisah Liana Merawat Mama Tercinta dengan Demensia

Ketika diserang oleh penyakit degeneratif, seperti Parkinson atau Alzheimer, korteks entorhinal mengerut dan menganggu kemampuan seseorang untuk mempersepsikan atau mengidentifikasikan bau yang diciumnya.

Nah, berbagai studi menemukan fungsi penghidu juga ditemukan terganggu pada pasien demensia-alzheimer. Bahkan menurut penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Atma Jaya dan dimuat dalam International Journal of Alzheimer Disease pada 2016, skor rendah pada pemeriksaan saraf penciuman bisa menjadi prediktor prademensia.

“Semakin spesifik kita menyatakan bahwa yang subyektif terganggu kognitif ternyata kalau penghidunya terganggu lebih spesifik mengarah ke prademensia,” ujar Yuda.

Untuk mendeteksi dini demensia, sebaiknya medical check up, termasuk deteksi dini kerusakan otak, dilakukan ketika menginjak usia 40 tahun. Dr Meta Dewi Thedja, M Biomed, PhD, Direktur Utama RS Atma Jaya menyarankan agar medical check up diulang setiap dua tahun sekali bagi orang-orang yang berusia 40 tahun ke atas dan setahun sekali bagi lansia berusia 60 tahun ke atas.

Deteksi dini kerusakan otak juga mencakup tes respons pupil untuk mendeteksi apakah asetilkolin, neurotransmitter kognitif yang berfungsi mengatur refleks pupil, sudah menurun atau belum. Asetilkolin yang menurun menyebabkan gangguan pada refleks pupil yang bisa menandakan adanya gangguan kognitif.

Bila ditemukan gangguan pada penghidu dan respons pupil yang mengindikasikan adanya prademensia, dokter mungkin akan menyarankan tes MRI untuk mengetahui kondisi struktur otak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com