Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Anfield Wibowo Taklukkan Autisme dengan Melukis

Kompas.com - 07/07/2019, 10:06 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Terlahir dengan kondisi tuna rungu dan punya asperger syndrome tak menghentikan sepak terjang Anfield Wibowo (15) dalam menghasilkan lukisan-lukisan indah.

Bagi Anfield, melukis tak sekadar hobi, tetapi juga kebutuhannya. Dia bisa melukis di mana saja dan kapan saja, seperti yang ditunjukannya di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (6/7/2019). Di hadapan banyak orang, Anfield "tenggelam" dalam lukisannya yang bertema "Taman Cinta".

Donny Mardonius, ayah Anfield, mengaku sudah membiasakan Anfield berkreasi sejak masih balita.

"Di bawah lima tahun. Anak saya tuna rungu dan autis, tapi saya paksa, saya teror dia dengan kertas di rumah," ujar Donny.

Oleh karena paksaan itu, Anfield kemudian membiasakan diri untuk menggambar. Bermula dari goresan di kertas hingga guratan cat di atas kanvas, Anfield kini sudah mahir melukis.

"Dia tidak mengatakan cita-citanya apa, tapi dia sudah mengklaim diri sebagai pelukis. Anfield pameran pertama umur tujuh tahun di Taman Ismail Marzuki," kata Donny.

Baca juga: Ajarkan Anak Autistik Gambar Tubuh untuk Sadari Orang Lain

Pameran tunggal pertama Anfield bertajuk "Imajinasi Tanpa Batas" pada 2013. Kemudian pada 2018, Anfield menggelar pameran "Amazing World" di Balai Budaya, Jakarta. Terakhir, ia mengikuti pameran "Semesta Kita" di Bentara Budaya Bali.

Donny berkata bahwa dia tak pernah memaksa Anfield untuk menjadi pelukis profesional. Prinsipnya 3B, yaitu Anfield harus bebas, bermain, bahagia. Dia hanya mengajarkan kepada Anfield cara-cara melukis dan mengenalkannya kepada pelukis. Soal hasilnya, Donny berkata bahwa dia selalu bangga, seabstrak apapun karya Anfield.

"Walaupun kadang lukisannya seram, tapi itu ekspresinya, itu tempat dia mengeluarkan apa yang ada dalam dirinya," ujar Donny.

Seiring dengan semakin mahir Anfield melukis, Donny merasakan kondisinya makin baik. Anfield kini menjadi semakin percaya diri, kreatif, dan berani bercerita. Selain itu, motoriknya juga sudah semakin bagus. Anfield bahkan sudah mulai merapikan sendiri alat-alat melukisnya di rumah.

"Tadinya dia banyakan gerak, tapi dengan melukis, dia jadi banyak bercerita," kata Donny.

Seni sebagai terapi

Anak autistik Anfield Wibowo (15) tengah melukis di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (6/7/2019).KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Anak autistik Anfield Wibowo (15) tengah melukis di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (6/7/2019).

Autisme atau gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder) adalah gangguan perkembangan otak yang mempengaruhi kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Individu dengan autisme seringkali mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pemikiran dan berkomunikasi.

Kesenian, baik itu seni rupa maupun seni musik, dapat menjadi medium yang tepat bagi individu autistik untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran mereka.

"Kita biasa mendengar secara lisan berbagai macam ekspresi. Untuk maksud dan tujuan, sebagian besar dunia mendengar secara lisan," ," ujar Psikolog Maria Novitawati, M.Psi., Psi dalam diskusi Peranan "Art Therapy" dalam Perkembangan Individu Autistik untuk Mengekspresikan Dirinya di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu.

"Tapi sering anak mendengar dengan matanya. Jadi dia mengungkapkan sesuatu yang dia ingin kita melihat tetapi tidak bisa mendengar karena kata-kata mereka terbatas," imbuhnya.

Maria juga mengungkapkan bahwa dalam kesehariannya, anak autistik yang terbiasa melakukan kegiatan seni lebih mampu meregulasi dirinya. Regulasi atau kontrol diri kerap kali jadi masalah anak autistik.

Baca juga: Perjalanan Kadek Arimbawa Mengobati Kecemasan Diri lewat Seni

"Sering kali anak masih jelek regulasinya, masih tantrum. Tapi kalau kita lihat art therapy, anak mengerjakan satu demi satu tahap, ini bisa meregulasi dirinya," kata Maria.

Sementara itu, Seniman Ipong Purnama Sidhi turut mengatakan bahwa dalam seni lukis, anak secara umum bisa meningkatkan sensor motoriknya.

"Melukis melatih ketelitian, genggaman tangan, itu secara fisik. Melukis juga membantu visualisasi perasaan dan ide-ide lewat proses ekspresi verbal," kata Ipong.

Menurut Ipong, secara kognitif, melukis membantu stimulasi mental, merangsang kreativitas, dan fokus. Melukis juga meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan pengorganisasian ide-ide serta gagasan.

"Misalnya ketika dia keluar garis, dia akan berpikir bagaimana cara menutup kesalahan itu," ujar Ipong.

Anda bisa melihat karya-karya Anfield di Instagram @anfieldwibowoart atau www.anfieldwibowo.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com