Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernikahan Sedarah di Bulukumba, Kenapa Kita Merasa Tabu?

Kompas.com - 02/07/2019, 19:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pernikahan yang terjadi di Bulukumba, Sulawesi Selatan menyita perhatian publik. Pasalnya, pernikahan tersbeut terjadi antara kakak dan adik sekandung.

Dalam berbagai budaya, pernikahan antar-saudara sedarah ini dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang. Pasalnya, hubungan pernikahan sedarah semacam ini berpotensi menimbulkan banyak masalah.

Namun, sebenarnya, apa yang terjadi ketika seseorang jatuh cinta pada saudara atau antar-keluarga dekat?

Genetic Sexual Attraction

Ketertarikan terhadap saudara kandung atau keluarga dekat disebut dengan Genetic Sexual Attraction (GSA). GSA sendiri merupakah ketertarikan seksual yang kuat ketika melihat kerabat biologis bertemua pertama kali sebagai orang dewasa.

Baca juga: Bagaimana Pernikahan Ubah Kesehatan Fisik dan Mental, Menurut Sains

Fenomena GSA ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1980-an dalam kasus Barbara Gonyo yang jatuh cinta pada putranya.

Penderita GSA sering kali merasa tidak berdaya dengan perasaan mereka.

Merangkum dari Telegraph, beberapa peneliti berhipotesis bahwa perlindungan pada masa tumbuh kembang bisa melawan GSA.

Mereka mengatakan, ketika keluarga bertalian darah hidup berdekatan akan menurunkan kemungkinan ketertarikan seksual tersebut.

Pendapat itu didasari dari data Post-Adoption Centre dan University College London yang menunjukkan bahwa 50 persen kasus GSA terjadi ketika dua orang terpisah dan bertemu kembali setelah dewasa.

"Pada tingkat genetik, kita dikondisikan untuk menemukan orang yang terlihat sama menariknya dengan kita," ungkap psikolog Corrinne Sweet dikutip dari Mirror.co.uk.

"Pada saat yang sama, orang yang diadopsi atau tinggal terpisah merasa terasing. Ada daya tarik dan kerinduan di sana, dan ketika itu dikombinasikan dengan daya tarik kesamaan genetik, itu akan menjadi hal yang sangat kuat, kompleks, dan sangat menggoda," tegasnya.

Mekanisme Anti-Inses

Meski kasus-kasus inses semacam ini nyata, tapi sebenarnya manusia memiliki mekanisme sosial dan psikologis yang secara tidak langsung mencegah inses.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Current Direction in Psychological Science, mekanisme anti-inses ini dikenal dengan respons jijik.

Bukti yang mendukung pendapat tersebut adalah ketika orang mengekspresikan rasa jijik ketika memikirkan hubungan seksual antara keluarga dekat.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa teori dari Sigmund Freud benar. Menurut Freud kita cenderung tertarik dengan pasangan yang memiliki kemiripan dengan kita atau kerabat dekat.

Baca juga: Peneliti Sebut Pernikahan Bahagia Bikin Anda Tetap Langsing

Hanya saja, peneltian yang dilakukan oleh R Chris Farley dan Michael Marks dari New Mexico University menunjukkan ada hubungan antara keakraban dan ketertarikan seksual ini.

Menurut mereka, orang yang terbiasa menghabiskan banyak waktu bersama selama puluhan tahun akan terbiasa satu sama lain. Artinya, gairah seksual akan mati.

Hal ini mungkin menyebabkan kebanyakan kasus GSA terjadi ketika dua orang saudara dekat kembali bertemu setelah terpisah bertahun-tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau