KOMPAS.com – Terhitung sejak bulan Desember 2018 silam, pungutan ekspor sawit untuk dana Bandan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP-Sawit) telah diberhentikan sebagai respons atas penurunan harga ekspor CPO (Crude Palm Oil) global.
Semula, alokasi dana ini dipermasalahkan oleh para petani sawit, yang menilai bahwa pembagian dana BPDP ini tidak tepat sasaran karena hanya berpihak pada industri biodiesel saja.
Perlu diketahui, sekitar 90 persen dari total dana BPDP yang terkumpul sejak periode 2015-2018 digunakan untuk insentif produksi program biodiesel B20, sementara hanya 1,6 persen saja yang disalurkan ke petani melalui dana replanting.
Menurut para petani, saat ini tengah berkembang wacana mengenai pemberlakuan kembali pungutan ekpor sawit ini yang didorong oleh pihak industri produsen biodiesel. Hal ini dianggap merugikan para petani sawit.
“Para petani sawit sudah berkontribusi besar, tapi feedback-nya bagi kami itu tidak terasa,” ujar Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit, saat jumpa media di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Menanggapi wacana tersebut, Jaringan Organisasi Petani Sawit Indonesia mengeluarkan lima tuntutan yang harus dipenuhi jika pemberlakuan pungutan ekspor sawit untuk dana BPDP diadakan kembali.
Pertama, alokasi dana harus lebih besar untuk petani ketimbang insentif biodiesel, dengan tambahan alokasi khususnya untuk revitalisasi koperasi, pendataan, dan sertifikasi petani.
Kedua, bahan baku untuk industri biodiesel harus bersumber dari kebun petani, bukan dari kebun milik industri.
Ketiga, adanya insentif bagi petani swadaya dan pembangunan kemitraan yang adil.
Keempat, petani dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan reorganisasi kelembagaan BPDP.
Kelima, adanya dukungan untuk upaya pengentasan kemiskinan di desa penghasil sawit lewat pengembangan dan penguatan sektor pangan atau ekonomi non sawit.
Baca juga: Serikat Petani Kelapa Sawit Tanggapi Pernyataan Jokowi dan Prabowo dalam Debat Capres
Tuntutan ini dianggap dapat mendorong pengembangan industri sawit serta biodiesel yang berkelanjutan, sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah.
Semula, pungutan ekspor sawit dilakukan terhadap seluruh petani kelapa sawit, baik petani plasma maupun petani swadaya dengan nilai sebesar 50 dollar AS per ton CPO.
Selain itu, diusulkan agar dilakukan alokasi yang lebih berimbang, dengan rincian 40 persen untuk biodiesel, 30 persen untuk replanting, 10 persen untuk penguatan SDM, 10 persen untuk pendataan, dan sisanya dibagi merata untuk promosi, sarana-prasarana, revitalisasi koperasi dan kelembagaan, serta sertifikasi.
“Kami para petani sawit sebenarnya mendukung adanya pungutan ini, asal para petani dapat merasakan manfaatnya,” tutur Alpian Arahman, Ketua Umum Apkasindo.
Alpian memaparkan bahwa sebenarnya terdapat banyak program BPDP yang baik bagi petani, seperti peremajaan sawit rakyat, pengembangan sarana-prasarana, peningkatan SDM petani kelapa sawit, serta riset. Namun alokasi dana ini terbilang sangat kecil dan tidak sebanding dengan insentif yang diberikan pada industri biodiesel.
“Apapun yang diprogramkan pemerintah melalui BPDP kami akan sepenuhnya mendukung, selama itu dikelola secara transparan, akuntabel, dan berpihak bagi petani,” tutup Alpian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.