Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GNSSA Targetkan Penggunaan Energi Alternatif Naik 23 Persen pada 2025

Kompas.com - 20/06/2019, 17:06 WIB
Julio Subagio,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia selaku negara berkembang saat ini tengah mengalami peningkatan ekonomi yang pesat. Hal ini juga diimbangi oleh peningkatan aktivitas dan penggunaan sumber daya untuk menyediakan kebutuhan energi.

Sayangnya, hingga kini sebagian besar kebutuhan energi Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil. Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam posisi yang rentan, terutama mengingat ketersediaan sumber daya yang semakin menipis.

“Saat ini untuk listrik, kita menggunakan energi fosil, terutama batubara. Dengan tingkat pemakaian seperti saat ini, menurut studi BPPT, kita akan net import di tahun 2038, untuk gas bumi kita akan menjadi net importir di tahun 2028,” ungkap Andhika Prastawa, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/6/2019).

Jika kondisi ini tidak diantisipasi, maka Indonesia terancam akan mengalami krisis energi.

Baca juga: Pakar Sebut Hanya Ada Satu Jenis Energi yang Bisa Selamatkan Bumi

Di sisi lain, ketergantungan pada bahan bakar fosil juga memiliki efek samping besar, yaitu emisi karbon yang sangat tinggi dan berujung pada polusi. Dampaknya bukan hanya membahayakan kesehatan manusia, namun juga merusak ekosistem dalam jangka panjang.

Didasari akan hal tersebut, Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) mendorong penggunaan energi alternatif, khususnya panel surya, agar dikembangkan dan digunakan di berbagai tempat, seperti perumahan, fasilitas umum, serta gedung perkantoran dan pemerintahan.

Saat ini, penggunaan panel surya di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini ironis mengingat bahwa Indonesia memiliki posisi geografis yang terletak di daerah khatulistiwa, yang menerima paparan cahaya Matahari hampir konstan dalam kurun waktu satu tahun.

“Untuk kawasan Asia Tengara, kita masih ketinggalan sangat jauh. Saat ini, baru terpasang 90 MWp dari total potensi sebesar 200.000 MW,” ujar Eka Himawan, founder Xurya, startup lokal penyedia jasa PLTS atap.

Baca juga: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bisa Hemat Sampai 50 Persen

Untuk mengejar ketertinggalan ini, GNSSA didukung oleh sektor swasta dan difasilitasi oleh Xurya mengajak dan mendorong sektor swasta lain agar turut bergabung untuk mulai menggunakan PLTS atap.

Eka menjelaskan bahwa instalasi PLTS atap sanggup menekan biaya beban listrik dan menghasilkan penghematan sebesar 30 persen. Selain itu, penggunaan panel surya juga dapat dipandang sebagai langkah nyata komitmen pelaku usaha untuk mengurangi emisi karbon.

Selain sektor swasta dan pelaku bisnis skala industri, penggunaan PLTS atap juga dapat diaplikasikan di perumahan. Tercatat, terdapat peningkatan sebesar 50 persen untuk pengguna PLTS atap residensial.

“Saat ini terdapat sekitar 609 rumah tangga yang menggunakan PLTS atap, dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 400,” papar Andhika.

Meski demikian, sektor swasta masih menjadi target utama upaya kampanye penggunaan PLTS atap ini.

“Prioritas kami saat ini adalah pelaku bisinis, karena penggunaan listrik yang lebih tinggi, misal untuk AC di siang hari untuk gedung perkantoran atau mall. Jika dihitung, impact dari pelaku bisnis jauh lebih besar,” jelas Eka.

GNSSA dideklarasikan pada tahun 2017 oleh Dirjen EBTKE Kementrian ESDM, Dirjen ILMATE, Kementrian Perindustrian, Masyarakat Energi Terbarukan, AESI, dan IESR.

Gerakan ini memiliki inisiatif dan target capaian peningkatan penggunaan EBT (Energi Baru dan Terbarukan) hingga mencapai 23 persen untuk tahun 2030.

Menurut data dari Kementrian ESDM, tercatat penggunaan EBT baru berkisar pada angka 11-12 persen pada tahun 2017.

“Dengan adanya gerakan ini, kami berupaya dan cukup yakin bahwa target tersebut dapat tercapai,” pungkas Eka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com