Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Quick Count" Pilpres Hasilnya Sedikit Berbeda Antarlembaga Survei, Mengapa Demikian?

Kompas.com - 17/04/2019, 18:44 WIB
Julio Subagio,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Penghitungan cepat atas hasil pemilu seringkali dijadikan rujukan bagi masyarakat untuk memantau dan mengetahui hasil pemilu sebelum pengumuman resmi KPU.

Namun, sejauh mana penghitungan cepat ini dapat dipercaya?

Mungkin kita masih ingat perbedaan hasil hitung cepat pada Pemilu 2014, dimana lembaga hitung cepat terbelah menjadi dua, masing-masing menghasilkan pemenang pemilu yang berbeda.

Mengapa bisa demikian, sedangkan basis data yang digunakannya sama?

“Yang membedakan adalah pertama, metode penentuan sampel, dan kedua, cara pengambilan data," jelas Ignatius Kristanto, Manager Database Litbang Kompas, saat ditemui Kompas.com di Jakarta, Rabu (17/4/2019).

Kristanto menjelaskan bahwa masing-masing lembaga yang menyelenggarakan penghitungan cepat memiliki metodenya masing-masing.

Sebagai contoh, metode multi-tingkat atau bertahap, dimana dilakukan pengacakan sampel dari tingkat provinsi, lalu kabupaten, kelurahan, hingga TPS.

Baca juga: Quick Count Pilpres, Bagaimana Kompas Melakukannya?

TPS hasil pengacakan bertingkat tersebut kemudian menjadi sampel untuk pengambilan data.

Contoh lainnya adalah metode simple random, dimana TPS sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan lokasi atau kepadatan daerah lokasi TPS tersebut berada.

“Konsekuensi dari metode adalah tingkat sebarannya. Semakin besar sebaran, maka semakin akurat, tapi juga semakin mahal biayanya," papar Kristanto.

“Kuncinya berada di margin error, apakah populasi tersebut punya peluang yang sama untuk diambil? Maka dari itu harus digunakan randomization yang benar”, tambahnya.

Sementara itu, untuk pemilu 2019 ini, Litbang Kompas menggunakan metode akumulasi secara acak sistematis, memakai 2000 sampel yang dipilih secara acak berdasarkan interval tertentu dari seluruh TPS yang tersebar di 34 provinsi.

“Otomatis dengan metode ini, daerah yang padat memiliki peluang lebih besar untuk muncul, sehingga data dapat terepresentasikan secara akurat," jelas Kristanto.

Selain metode, pengambilan data dan verifikasi juga menjadi faktor penentu lain.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan kalau Junjungan Kalah Pemilu Besok?

Verifikasi ini berguna untuk memeriksa tingkat validitas data yang diambil.

Teknis pelaksanaan lapangan dari tiap lembaga survey dapat bervariasi, bergantung dari metode penentuan sampel yang digunakannya.

Begitu pula dengan verifikasi data di lapangan, baik itu proses pengambilan data maupun pengecekan responden di TPS sampel.

“Ada yang menggunakan aplikasi khusus, atau dengan tag lokasi GPS, ada juga yang hanya via telepon atau sms”, tutup Kristanto.

Hal ini yang menyebabkan hasil quick count dapat berbeda, meski data yang digunakan sama-sama berasal dari KPU.

Baca juga: Bukan Gangguan Jiwa, Caleg Stres Pasca Pemilu Perlu Penanganan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com