Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manusia Jenis Baru Ditemukan, Namanya Homo luzonensis, dari Filipina

Kompas.com - 11/04/2019, 18:04 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor


KOMPAS.com - Dijelaskan di jurnal Nature, para ilmuwan mengaku telah menemukan spesies manusia baru di Filipina dan diberi nama Homo luzonensis. Spesies ini sudah lama punah dan kini masuk dalam daftar panjang silsilah manusia di muka bumi.

Sesuai namanya, spesies tersebut ditemukan di pulau terbesar Filipina, yaitu Pulau Luzon.

Bentuk fisiknya bisa dikatakan merupakan percampuan antara manusia purba dan spesies manusia yang muncul belakangan.

Ini artinya, spesies yang ditemukan di Filipina adalah kerabat manusia purba primitif yang meninggalkan Afrika dan berhasil tiba di Asia Tenggara, sesuatu yang sebelumnya dikira tidak mungkin terjadi.

Baca juga: Sebuah Kisah dari Homo Erectus, Nenek Moyang Kita yang Misterius

Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa evolusi manusia di wilayah tersebut kemungkinan sangat rumit. Pasalnya, ada sedikitnya tiga spesies manusia yang bermukim di Asia Tenggara kira-kira pada saat nenek moyang manusia modern tiba di kawasan itu.

Salah satu dari spesies ini adalah manusia 'Hobbit' atau Homo floresiensis yang bertahan hidup di pulau Flores, Indonesia, hingga 50.000 tahun yang lalu.

"Setelah penemuan luar biasa Homo floresiensis dirilis pada 2004, saya mengatakan bahwa percobaan pada evolusi manusia yang terjadi di Flores dapat terulang di banyak pulau lain di kawasan tersebut. Spekulasi itu tampaknya sudah dikonfirmasi di pulau Luzon ... hampir 3.000 km jauhnya (dari Flores)," ujar Profesor Chris Stringer dari Natural History Museum, London.

Homo luzonensis ditemukan di Gua Callao, di wilayah utara pulau Luzon. Mereka diperkirakan hidup antara 67.000 tahun dan 50.000 tahun silam.

Temuan spesies tersebut terdiri 13 bagian, yakni gigi, tulang tangan dan kaki, serta bagian tulang paha. Ahli menduga ini merupakan bagian tubuh tiga orang dewasa dan remaja. Mereka ditemukan dalam penggalian di dalam gua tersebut yang dilakukan sejak 2007.

Fisik Homo luzonensis memiliki beberapa kemiripan dengan spesies manusia yang muncul belakangan.

Namun ada ciri-ciri lainnya yang mengingatkan kembali pada dua makhluk yakni australopithecine atau makhluk mirip kera berjalan tegak yang hidup di Afrika antara dua sampai empat juta tahun yang lalu dan anggota awal genus Homo.

Tulang jari dan jari kaki melengkung, menunjukkan aktivitas pendakian masih merupakan kegiatan penting bagi spesies ini. Pola seperti ini, dalam kasus tertentu agaknya juga ada pada sejumlah australopithecine.

Apabila spesies seperti australopithecine mampu mencapai Asia Tenggara, maka ini akan mengubah cara pandang kita tentang siapa di dalam silsilah keluarga manusia yang meninggalkan Afrika terlebih dahulu.

Homo erectus sudah lama dianggap sebagai anggota pertama dari jalur langsung leluhur kita yang meninggalkan Afrika sekitar 1,9 juta tahun yang lalu.

Dan mengingat Pulau Luzon hanya dapat diakses melalui laut, penemuan itu menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana spesies pra-manusia dapat mencapai pulau tersebut.

Gigi Homo luzonensis konsisten dengan sisa-sisa jasad yang dikaitkan dengan spesies baru tersebut. Gigi Homo luzonensis konsisten dengan sisa-sisa jasad yang dikaitkan dengan spesies baru tersebut.
Selain Homo luzonensis, kepulauan di Asia Tenggara juga tampaknya menjadi rumah bagi spesies manusia lain yang disebut Denisovans, yang tampaknya kawin dengan manusia modern awal (Homo sapiens) ketika mereka tiba di kawasan tersebut.

Bukti-bukti ini berasal dari analisis DNA, karena tidak ada fosil Denisovan yang diketahui telah ditemukan di kawasan tersebut.

Pulau Flores di Indonesia adalah rumah bagi spesies yang disebut Homo floresiensis atau dijuluki 'The Hobbit' karena perawakan kecilnya.

Mereka diperkirakan telah bertahan di wilayah Flores setidaknya 100.000 tahun yang lalu hingga 50.000 tahun yang lalu, mungkin tumpang tindih dengan kedatangan manusia modern.

Menariknya, para ilmuwan juga berpendapat bahwa Homo floresiensis menunjukkan ciri-ciri fisik yang mengingatkan sejumlah hal yang ditemukan pada australopithecine.

Peneliti lain berpendapat bahwa Hobbit adalah keturunan Homo erectus, tapi anatomi tubuhnya berbalik ke kondisi seperti spesies manusia purba karena lokasi tinggalnya terisolasi.

Baca juga: Hobbit Manusia Flores Bukan Kerabat Manusia Jawa, Lantas Apa?

"Penjelasan bahwa ada banyak kesamaan pada Homo floresiensis dan Homo luzonensis dengan spesies Homo awal dan Australopiths sebagai pembalikan yang diperoleh secara independen untuk anatomi hominin yang lebih mirip leluhur, karena evolusi dalam lingkungan pulau yang terisolasi, tampaknya seperti kebetulan yang terlalu jauh," ujar Matthew Tocheri dari Lakehead University di Kanada, yang tidak terlibat dengan penelitian ini, berkomentar di jurnal Nature.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mengapa Bom Atom di Hiroshima Meninggalkan Bayangan Manusia di Trotoar?
Mengapa Bom Atom di Hiroshima Meninggalkan Bayangan Manusia di Trotoar?
Oh Begitu
Bayangan Abadi di Hiroshima: Jejak Manusia yang Membisu Setelah Ledakan Bom Atom
Bayangan Abadi di Hiroshima: Jejak Manusia yang Membisu Setelah Ledakan Bom Atom
Kita
Stephenson 2 DFK 52: Raksasa Merah Misterius yang Bikin Takjub
Stephenson 2 DFK 52: Raksasa Merah Misterius yang Bikin Takjub
Fenomena
8 Fenomena Langit Spektakuler di Bulan Agustus: Parade Planet hingga Hujan Meteor
8 Fenomena Langit Spektakuler di Bulan Agustus: Parade Planet hingga Hujan Meteor
Oh Begitu
Jejak Gigi Berusia 300.000 Tahun di China: Bukti Kawin Silang Manusia dengan Homo Erectus?
Jejak Gigi Berusia 300.000 Tahun di China: Bukti Kawin Silang Manusia dengan Homo Erectus?
Kita
Bintang Laut Bokong Besar dan Si Ubi Ungu Kecil Ditemukan di Laut Dalam Argentina
Bintang Laut Bokong Besar dan Si Ubi Ungu Kecil Ditemukan di Laut Dalam Argentina
Oh Begitu
Enam Gunung Api Meletus di Rusia Setelah Gempa Dahsyat, Mengapa?
Enam Gunung Api Meletus di Rusia Setelah Gempa Dahsyat, Mengapa?
Oh Begitu
Cula Badak Dijadikan Radioaktif untuk Hentikan Perburuan Liar
Cula Badak Dijadikan Radioaktif untuk Hentikan Perburuan Liar
Oh Begitu
Kapan Tata Surya Akan Berakhir? Ini Jawaban Para Ilmuwan
Kapan Tata Surya Akan Berakhir? Ini Jawaban Para Ilmuwan
Fenomena
Benarkah Bulan Bisa Mempengaruhi Kesehatan Kita? Ini Temuan Ilmiahnya
Benarkah Bulan Bisa Mempengaruhi Kesehatan Kita? Ini Temuan Ilmiahnya
Oh Begitu
Mengenal Macan Dahan, Predator Misterius Penjaga Hutan Asia
Mengenal Macan Dahan, Predator Misterius Penjaga Hutan Asia
Oh Begitu
Apa yang Menyebabkan Waktu Lebih Pendek Hari Ini?
Apa yang Menyebabkan Waktu Lebih Pendek Hari Ini?
Oh Begitu
5 Agustus, Salah Satu Hari Tersingkat di Bumi, Apa Dampaknya?
5 Agustus, Salah Satu Hari Tersingkat di Bumi, Apa Dampaknya?
Oh Begitu
Model Kosmologi: Alam Semesta Akan Mulai Mati dalam 10 Miliar Tahun
Model Kosmologi: Alam Semesta Akan Mulai Mati dalam 10 Miliar Tahun
Fenomena
Kehidupan Laut Dalam: Penemuan Mengejutkan di Palung Kuril-Kamchatka
Kehidupan Laut Dalam: Penemuan Mengejutkan di Palung Kuril-Kamchatka
Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau