Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obesitas Anak Tidak Tiba-tiba, Gunakan Anjuran 5210 untuk Mencegahnya

Kompas.com - 10/04/2019, 20:06 WIB
Julio Subagio,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Perkembangan teknologi di era modern ini ternyata tidak selalu berdampak baik. Lewat kemudahan akses yang disediakan teknologi, terutama gadget; gaya hidup serta pola konsumsi masyarakat berubah.

Salah satu perubahan yang tidak kita sadari adalah peningkatan risiko obesitas, terutama pada anak dan remaja.

Di Indonesia saja, prevalensi obesitas pada usia dewasa di atas 18 tahun meningkat menjadi 21,8 persen di tahun 2018, sementara pada balita, angka obesitas untuk tahun 2018 mencapai delapan persen.

Kondisi ini sangat berbahaya jika tidak ditindaklanjuti secara cepat, dan diprediksi akan mengalami peningkatan lanjut dalam beberapa tahun mendatang.

Baca juga: Awas, Obesitas Bisa Melemahkan Fungsi Ginjal

Anak yang mengalami obesitas sejak usia muda bersifat rentan terhadap komplikasi, di antaranya intoleransi glukosa, hipertensi, serta diabetes melitus tipe dua. Penyakit ini perlu menunggu manifestasi saat dewasa, namun dapat menyerang sedini mungkin.

Resistensi insulin, misalnya. Kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan gula darah sebagaimana mestinya ini nantinya dapat berkembang menjadi gangguan metabolisme jangka panjang.

Resistensi insulin dapat dikenali lewat kemunculan bercak kulit kering mirip beludru, terutama pada bagian tengkuk, ketiak, dan tangan, yang dikenal dengan nama akantosis nigrikans.

“Jika sudah muncul akantosis nigrikans, segera lakukan screening untuk resistensi insulin”, ujar Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A, pada seminar bertajuk “Diabetes dan Obesitas” yang memperingati Hari Diabetes Nasional di Jakarta, Rabu (11/4/2019).

Namun masalahnya, pada saat ini belum adanya bentuk penanganan jelas untuk kasus penyakit tidak menular pada anak, termasuk di dalamnya adalah obesitas dan diabetes.

“Kita harus sadar dan berani mengatakan bahwa obesitas adalah penyakit, bukan sekedar masalah estetika saja”, ujar Aman.

Aman menambahkan bahwa seringkali pasien yang datang ke rumah sakit mengeluhkan diabetes, stroke, gangguan jantung, atau bahkan kanker; sedangkan penyakit tersebut sebenarnya hanya ujung permasalahan. Kesalahan pertama biasanya berasal dari obesitas yang tidak ditangani.

Baca juga: Obesitas Bisa Menyebabkan Kanker, Ini Alasannya

 

Faktor pemicu obesitas pada anak

Ada banyak faktor yang mengakibatkan peningkatan angka obesitas pada anak. Aman menjelaskan bahwa di antaranya adalah konsumsi junk food, screen time (waktu yang dihabiskan di depan layar gadget) yang tinggi, kurangnya aktivitas fisik, serta pola tidur yang tidak menentu.

“Orangtua sekarang tidak fokus dan perhatian pada pola konsumsi anak”, tambahnya.

Sebagai bentuk pencegahan, orangtua disarankan untuk mengikuti anjuran "5210" per hari, yang terdiri dari konsumsi lima jenis buah dan sayur; batasi screen time anak maksimal dua jam; minimal satu jam aktivitas fisik; dan menghindari konsumsi minuman manis.

Bagi balita, Aman juga menghimbau para orangtua agar memberikan ASI secara penuh. Pemberian ASI diketahui dapat menurunkan risiko terjadinya obesitas dini.

“Hormon pada ASI tidak dapat diganti lewat susu formula. Selain itu, penggunaan susu formula membuat anak terbiasa dengan asupan gula tinggi, sehingga mirip kecanduan” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com