Oleh Yunus Daud
PEMERINTAH Indonesia mencanangkan bauran energi baru terbarukan mencapai 23% pada 2025 dan naik lagi 31 persen pada 2050. Sebaliknya, bauran energi dari minyak bumi pada 2050 diturunkan separuhnya dari saat ini 40%.
Di tengah rencana transisi penggunaan energi terbarukan tersebut, tidak banyak yang sadar bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan geotermal (panas bumi) terbesar di dunia. Sampai saat ini, pemanfaatan potensi tersebut belum maksimal.
Posisi Indonesia dalam wilayah tumbukan lempeng tektonik dan garis khatulistiwa membuat negara ini memiliki cadangan energi yang besar. Indonesia memiliki cadangan energi fosil seperti minyak, gas dan batu bara dan cadang energi nonfosil seperti energi geotermal, air, angin, dan matahari.
Penggunaan energi fosil bersifat merusak lingkungan dan cadangannya yang terus menipis. Maka ketergantungan terhadap energi fosil harus dikurangi dengan menggantinya dengan energi terbarukan dengan cadangan yang berlimpah, salah satunya geotermal.
Jumlah potensi sumber daya geotermal Indonesia sekitar 11.073 Megawatt listrik (MWe) dan cadangannya sekitar 17.506 MWe. Kapasitas pembangkit listrik secara nasional yang pada akhir 2016 memproduksi listrik 59,6 Gigawatt (GWe) atau 59.600 MWe.
Maka, jika potensi tersebut digunakan semua sebagai pembangkit listrik, maka menambah kapasitas 18% dari total produksi listrik saat ini.
Penyebaran sumber energi geotermal ini hampir merata, bisa ditemukan lebih dari 300 titik dari Sabang sampai Merauke.
Energi ini dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik dan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber tenaga listrik. Kebijakan pemanfaatan energi geotermal secara serius akan dapat mengatasi krisis listrik yang saat ini sangat menghantui masyarakat Indonesia.
Dalam Road Map Pengembangan Geotermal yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia menargetkan mengembangkan energi geotermal sekitar 7000 MW pada 2025.
Sebuah program yang cukup ambisius. Karena itu dibutuhkan investasi yang besar, penyiapan teknologi eksplorasi dan produksi, manajemen, penyediaan sumberdaya manusia yang kompeten dengan jumlah yang cukup, serta dukungan iklim investasi yang menarik bagi investor.
Energi raksasa bumi
Energi geotermal adalah energi panas yang terkandung dalam fluida air (bisa dalam uap, cair, atau campuran keduanya) yang berada pada kedalaman lebih dari 1 kilometer di bawah permukaan bumi.
Fluida panas ini memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi. Bahkan, ada yang memiliki temperatur lebih dari 300 derajat Celsius. Ini menjadikan geotermal sebagai penyedia energi yang masif.
Energi geotermal ini berasal dari sistem geotermal yang ada di bumi (lihat gambar di bawah), yaitu sistem yang terdiri dari: batuan panas (sumber panas) pada kedalaman lebih dari 3 km, batuan rekahan yang mengandung reservoir fluida berada di atas batuan panas, dan batuan penudung yang biasanya berupa lempung ubahan yang menyelimuti reservoir.
Kita bisa mengenali keberadaan sistem geotermal dengan tanda-tanda yang tampak di permukaan bumi, seperti mata air panas, semburan uap, lumpur panas, sublimasi belerang, dan batuan ubahan/alterasi akibat pemanasan yang dilakukan fluida hidrotermal.
Sistem geotermal dapat dikategorikan berdasarkan temperatur reservoirnya dan fasa (jumlah zat homogen) fluida di reservoir. Sistem geotermal berdasarkan kisaran temperatur reservoirnya dapat dibedakan menjadi 3 macam: sistem geotermal temperatur tinggi (>225°C), temperatur sedang (125-225°C), dan temperatur rendah (<125°C).
Dilihat dari fasa fluidanya, ada sistem geotermal dominasi uap, dominasi air, dan campuran kedua fasa. Indonesia memiliki semua variasi jenis sistem geotermal tersebut.
Pemanfaatannya
Energi geotermal dapat dimanfaatkan secara tidak langsung dan langsung.
Pemanfaatan tidak langsung sebagai energi listrik, sedangkan secara langsung dalam wujud pemanfaatan energi panas untuk berbagai keperluan seperti pemanasan kolam renang, pengeringan hasil pertanian, perkebunan, pemanasan (penghangatan) budi daya ikan, dan pemanfaatan panas untuk keperluan yang lain.
Pemanfaatan secara langsung ini dapat terus berkembang dan bervariasi tergantung inovasi yang dibuat.
Pengembangan energi geotermal untuk pemanfaatan langsung di Indonesia dilakukan untuk agroindustri, proses industri, dan pariwisata.
Beberapa contoh pemanfaatan langsung di negeri: tercatat untuk pemandian air panas, pengeringan kopra, pengeringan teh, budidaya jamur, budidaya kentang, proses produksi gula aren, dan pengilangan minyak akar wangi (Astiri).
Penggunaan energi geotermal mengeluarkan emisi rendah, karena setelah energi dimanfaatkan untuk pembangkit listrik atau pemanfaatan secara langsung.
Dalam sistem pembangkit geotermal, fluida yang telah mendingin kemudian direinjeksi ke bawah permukaan bumi menuju ke reservoir sehingga tidak ada fluida yang dibuang yang mencemari lingkungan. Dengan demikian, terjadi siklus pemanasan, pemanfaatan, dan reinjeksi kembali fluida di dalam reservoir.
Di Indonesia, pengembangan energi geotermal untuk pembangkit tenaga listrik dimulai pada 1978 dengan pengembangan Monoblok 250 kW di Lapangan Kamojang, Garut, Jawa Barat, sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama di Indonesia.
Namun, lapangan/tempat panas bumi pertama yang beroperasi secara komersial baru dibuka pada 1983 seiring dengan beroperasinya Unit I sebesar 30 MW di Lapangan Kamojang.
Perkembangan berikutnya adalah pengembangan lapangan panas bumi di Dieng Jawa Tengah (60 MW), Lahendong Sumatra Utara (60 MW), Salak Sukabumi (377 MW), Darajat Garut (260 MW), Wayang Windu Bandung (227 MW) diikuti oleh pengembangan lapangan-lapangan geotermal di Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) saat ini sebesar 1.948 MW. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara produsen energi geotermal terbesar kedua setelah Amerika Serikat (3.591 MW).
Rencana ke depan
Keberadaan area-area prospek geotermal di Indonesia yang kebanyakan di wilayah pegunungan dan pulau-pulau kecil seperti di Indonesia timur, memungkinkan pengembangan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan rakyat di daerah terpencil.
Selain di Pulau Jawa dan Sumatra, pengembangan energi geotermal juga dilakukan oleh pemerintah di pulau-pulau kecil seperti di Halmahera dan Pulau Bacan (Maluku Utara), Pulau Ambon (Maluku), Pulau Flores, Pulau Lembata (Nusa Tenggara Timur), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), dan pulau-pulau kecil lain.
Saat ini, pemerintah aktif menggelar survei pendahuluan di wilayah-wilayah tersebut, baik dilakukan sendiri melalui Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun survei pendahuluan oleh BUMN maupun perusahaan swasta.
Untuk mengurangi risiko pengusahaan panas bumi (misalnya gagal menemukan sumber uap yang memadai) pada tahap eksplorasi, pemerintah menggulirkan strategi “government drilling alias pengoboran oleh pemerintah”.
Melalui program ini, daerah yang sudah dibor dan ditemukan uap, akan dijadikan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang siap ditenderkan ke publik. Pemenangnya yang harus mengganti biaya pengeboran tersebut. Dana ini kemudian dapat digunakan untuk program serupa di area prospek geotermal yang lain.
Jika rencana bauran energi baru terbarukan itu berhasil, akan jarang terdengar lagi terjadinya krisis listrik di negeri ini karena sumber energi terbarukan begitu melimpah.
Yunus Daud
Researcher at Geothermal Research Center, Universitas Indonesia
Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Energi geotermal di Indonesia: potensi, pemanfaatan, dan rencana ke depan". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.