KOMPAS.com - Tanggal 10 April 2019 mendatang, kita akan bisa menyaksikan planet Jupiter "berbalik arah" atau retrograde. Fenomena ini terjadi cukup lama, yaitu hingga tanggal 11 Agustus 2019.
Dalam astronomi, istilah retrograde sendiri melekat pada perilaku suatu benda langit terkait rotasi maupun revolusi (gerak orbital).
Menurut Marufin Sudibyo, seorang astronom amatir, gerak retrograde nyata dan baru diketahui pada era astronomi modern yaitu 1600-an.
"Suatu benda langit disebut berotasi retrograde jika arah rotasinya berkebalikan dibanding arah rotasi benda langit yang menjadi induknya," ujar Marufin melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (04/04/2019).
Baca juga: Bak Lukisan, Begini Penampilan Awan di Planet Jupiter
Menurut Marufin, gerak orbit yang berkebalikan dengan induknya ini dialami oleh dua planet di tata surya kita, yaitu Venus dan Uranus. Arah kedua planet tersebut berkebalikan dari matahari.
Menegaskan Planet Mengelilingi Matahari
Sebaliknya, apa yang akan dialami oleh Jupiter pada Rabu (10/04/2019) besok sebenarnya adalah gerak retrograde semu. Dalam hal ini, Jupiter akan terlihat seperti bergerak "mundur" dibanding gerak benda langit lainnya.
"Berbeda dengan gerak retrograde nyata, gerak retrograde semu ini telah dikenal sejak zaman Yunani kuno dan terutama mudah diamati pada planet-planet luar seperti Mars, Jupiter, dan Saturnus," kata Marufin.
"Gerak retrograde semu terkait dengan kedudukan orbit Bumi dan planet-planet luar dalam tata surya kita sekaligus menjadi penegasan bahwa Bumi dan planet-planetlah yang mengelilingi Matahari," imbuhnya.
Sebagai informasi, gerak retrograde semu para planet-planet luar terkait oposisi planet tersebut terhadap Matahari jika dipandang dari Bumi.
"Saat oposisi terjadi, maka Matahari, Bumi dan satu planet luar itu berada dalam satu garis lurus, sehingga jika disaksikan dari Bumi kita elongasi (sudut) planet tersebut akan di sekitar 180 derajat terhadap Matahari," kata Marufin.
Dia menegaskan, posisi oposisi ini identik dengan posisi Bulan relatif teradap Matahari pada saat Purnama.
"Gerak retrograde semu terjadi manakala Bumi menyusuri orbit ellipsnya dengan kecepatan lebih tinggi dibanding planet-planet luar karena radius rata-rata orbitnya lebih kecil," ujar Marufin.
Baca juga: Eksplorasi Jupiter, Ilmuwan Siap Luncurkan Wahana ke Europa pada 2023
Marufin mencontohkan para gerak retrograde semu Jupiter. Menurutnya, pada satu rentang waktu tertentu Bumi telah menyusuri setengah dari orbitnya, namun Jupiter baru menyusuri kurang dari seperempat orbitnya.
"Sebelum terjadinya oposisi Jupiter, kita akan menyaksikan bintik terang Jupiter di langit bergerak semu relatif terhadap bintang-bintang di latar belakangnya. Sehingga jika dilihat pada jam yang sama posisinya dari hari ke hari akan berubah menjadi semakin ke timur dengan kecepatan perubahan konstan," tutur Marufin.