Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Dukun dan Bidan Bermitra untuk Turunkan Angka Kematian Ibu

Kompas.com - 28/03/2019, 19:13 WIB
Shierine Wangsa Wibawa,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kematian maternal masih menjadi masalah di Indonesia.

Dipaparkan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F Moeloek, dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Kalimantan Barat di Pontianak, Kamis (28/3/2019); angka kematian ibu (AKI) Indonesia per 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut 9 kali lipat daripada Malaysia dan 5 kali lipat dari Vietnam.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten kapuas hulu beberapa tahun yang lalu. Pada 2015, kasus kematian ibu di Kabupaten tersebut mencapai 14, yang bila dikonversikan menjadi 331 per 100.000 kelahiran hidup. Akan tetapi, seperti dilaporkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kapuas Hulu dr H Harisson dalam acara yang sama, kasus kematian ibu di kabupaten tersebut pada 2018 hanya tinggal tiga kasus.

Baca juga: SPM, Strategi Kemenkes dalam Pembangunan Kesehatan Indonesia

Ada beberapa inovasi yang dilaksanakan oleh Dinkes Kab. Kapuas Hulu untuk mencapai hal tersebut. Dua di antaranya adalah program Madu Bulin, dan kemitraan antara bidan dan dukun setempat.

Madu Bulin yang merupakan singkatan dari Masyarakat Peduli Ibu Hamil dan Bersalin meningkatkan peranan masyarakat terhadap ibu hamil dan bersalin.

Program Madu Bulin Program Madu Bulin

Dalam program ini, Dinkes membuat tim rujuka ibu hamil dan bersalin di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Dengan demikian, proses rujukan dan administrasi pasien menjadi lebih mudah. Selain itu, ada juga kelompok pendonor darah yang siap memberikan darahnya ke ibu bila diperlukan. Ketiga, Dinkes juga meminimalisir keterlambatan pelayanan pasien dengan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan tim rujukan pada tingkat Kabupaten.

Namun seperti yang diakui oleh Harisson, masih banyak ibu-ibu di Kapuas Hulu yang lebih memilih bersalin dengan bantuan dukun daripada bidan, karena dukun juga membantu memijat dan mencucikan pakaian. Padahal, sudah ada Perda yang melarang dukun membantu persalinan karena mereka tidak memiliki keahlian yang tepat untuk melakukannya dan kemampuan untuk mendeteksi dini risiko komplikasi yang mungkin terjadi.

Sebagai solusi, Dinkes pun melakukan kemitraan dengan dukun.

"Jadi kalau ada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan dengan dukun, mereka akan kasih tahu ke bidan kita agar datang ke rumah dan melakukan pemeriksaan kehamilan," ujar Harisson.

Dukun kemudian juga diharapkan untuk memberi tahu bidan bila ada ibu yang akan segera bersalin. Dengan demikian, bidan dapat memberikan pertolongan bersalin, sembari dukun tetap hadir untuk mendampingi ibu dan memberikan layanan yang tidak dilakukan oleh bidan, seperti memijat dan mencucikan pakaian yang terkena darah.

Pada saat ini, yang masih menjadi tantangan bagi Dinkes dalam menurunkan AKI adalah kepercayaan lokal bahwa pendarahan seusai melahirkan itu baik. Malah, masyarakat sengaja memanaskan uterus menggunakan batu panas agar terjadi pendarahan.

Baca juga: Soal Stunting dan Kematian Ibu di Indonesia, Ini Solusi Para Cawapres

Untuk menyelesaikan hal ini, Dinkes melakukan pendekatan melalui bupati, camat dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka aktif melakukan sosialisasi mengenai bahaya dari tradisi tersebut.

Sejauh ini, menurut Harisson, kebiasaan memanaskan perut dan uterus ibu yang baru melahirkan menggunakan batu sudah mulai berkurang.

Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek mengapresiasi keberhasilan ini. Namun, dia juga menyoroti masih tingginya angka kematian bayi baru lahir atau neonatal (AKN). AKN Kabupaten Kapuas Hulu masih ketiga tertinggi di Kalbar.

Dia berpesan kepada para ibu agar merencanakan kehamilan dengan baik. Ibu diharwpkan tidak anemia dan tidak kurang gizi agar berat badan janinnya baik.

"Makan tablet darahnya, jangan bilang bau atau amis," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com