Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Belajar Cara Menuju Ekonomi Sirkular dari Denmark

Kompas.com - 25/03/2019, 18:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Duta Besar Denmark, H.E. Mr Rasmus Abildgaard Kristensen, bercerita bahwa pada saat ini, hanya 3-4 persen sampah di Denmark yang ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sementara 69 persen didaur ulang.

Kondisi ini jauh berbeda dengan 30 tahun lalu. Pada 1985, menimbun sampah di TPA merupakan metode yang paling sering digunakan di Denmark (39 persen). Lalu, proporsi sampah yang didaur ulang hanya 35 persen dan yang dibakar 26 persen.

Kunci dari perubahan ini adalah memberikan nilai atau valuasi pada sampah. Ada dua kebijakan penting yang ditekankan oleh Kristensen.

Pertama adalah penetapan pajak untuk penimbunan dan pembakaran sampah sejak 1987. Pajak ini memberikan insentif finansial untuk mendaur ulang sampah.

Baca juga: Hari Peduli Sampah Nasional: 5 Fakta Ancaman Nyata Sampah di Indonesia

“Kami menetapkan pajak besar untuk sampah yang masuk ke TPA, pajak menengah untuk pembakaran sampah dan tidak menetapkan pajak untuk mendaur ulang sampah,” kata Kristensen dalam diskusi bersama media di Jakarta pada Kamis (21/3/2019).

Ketika pertama kali dilaksanakan, sebagian besar dari pemasukan pajak ini digunakan oleh pemerintah Denmark untuk mendorong daur ulang dan mengembangkan teknologi yang lebih bersih

Selain itu, industri ritel Denmark sendiri juga berinisiatif menerapkan sistem deposit untuk minuman seperti bir dan soft drink.

Kristensen memberikan contoh, jika harga sebuah minuman adalah Rp 10.000, maka pembeli juga harus membayar tambahan Rp 2.000 sebagai deposit. Uang Rp 2.000 ini bisa didapatkan kembali bila mereka mengembalikan botolnya ke mesin khusus yang akan menerima semua jenis botol, tanpa memedulikan mereknya.

Baca juga: 4 Alternatif yang Bisa Dibeli Online untuk Kurangi Sampah Plastik

“Jadi tidak ada orang yang membuang botol. Kalau pun botol dibuang, akan diambil oleh orang lain karena bisa dijadikan uang,” katanya.

“Ini juga deposit bukan pajak, jadi konsumen tidak keberatan,” imbuhnya lagi.

Lantas sampah yang menjadi bernilai diperjualbelikan dan dikelola sebagai sumber daya baru dalam sistem ekonomi sirkular.

Kristen memberikan contoh bahwa di Denmark sudah ada perusahaan karpet yang membeli sampah plastik dari perusahan lain untuk diolah kembali menjadi produknya. Lalu, sebuah platform online juga telah diciptakan untuk menghubungkan perusahaan-perusahaan yang ingin membeli dan menjual sampah.

Menuju ekonomi sirkular

Indonesia memproduksi lebih dari 65 juta sampah setiap hari. Dari jumlah yang luar biasa tersebut, hanya setengah yang dikelola menggunakan sistem yang ada saat ini. 7,5 persennya didaur ulang, sedangkan sisanya ditimbun di TPA.

Padahal, metode ini bukan tanpa kekurangan. Penimbunan sampah bisa menghasilkan gas berbahaya dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com