Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bedah Bariatrik, Tidak Semua Orang Boleh Menjalaninya

Kompas.com - 19/03/2019, 17:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Bedah bariatrik belakangan mulai sering terdengar berkat kasus-kasus obesitas, seperti Arya Permana dan Titi Wati. Tindakan ini dilakukan agar pasien mengalami penurunan berat badan yang signifikan dan kualitas hidupnya meningkat.

Namun, tidak semua orang yang merasa obesitas boleh menjalani bedah bariatrik.

Dikatakan oleh Dr dr Peter Ian Limas, Sp B-KBD, dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif RS Pondok Indah – Pondok Indah, bedah bariatrik hanya untuk pasien yang masuk kategori obesitas morbid (IMT di atas 37,5) atau yang ber-IMT sedang (IMT di atas 32,5) tetapi memiliki risiko tinggi terhadap penyakit diabetes dan hipertensi.

“Ini bukan pembedahan kosmetik. Saya tidak mengobati orang sehat. Saya hanya mengobati orang sakit, (yaitu) sakit obesitas,” ujarnya dalam konferensi pers Rumah Sakit Pondok Indah Group yang bertajuk “ Bariatrik, Komitmen Hidup Sehat”, Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Baca juga: Kisah Naufal Turun 36 Kilogram dalam 3 Bulan dengan Bedah Bariatrik

Perlu untuk diketahui, obesitas memang secara remi telah dinyatakan sebagai penyakit oleh American Medical Association. Pasalnya, obesitas dapat mengurangi harapan hidup seseorang dan menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung koroner, penyumbatan pembuluh darah dan diabetes.

Peter berkata bahwa dalam menangani obesitas dengan IMT di atas 40, pembedahan bariatrik merupakan satu-satunya terapi yang terbukti efektif. Pasalnya, tindakan ini bisa mengurangi 55-85 persen berat badan berlebih.

Lalu walaupun belum benar-benar dimengerti, bedah bariatrik juga berperan sebagai operasi metabolik karena dapat segera menurunkan efek samping metabolik, seperti diabetes melitus, bahkan sebelum berat badan pasien turun.

Kedua efek tersebut dicapai karena bedah bariatrik bisa bersifat restrictive atau mempersulit makanan untuk lewat dan malabsorption atau mempersulit makanan untuk diserap.

Ada beberapa teknik untuk melakukan bedah bariatrik. Namun, yang sering dilakukan adalah Roux en Y Gastric Bypass, Sleeve Gastrectomy, Mini Gastric Bypass dan Laprascopic Adjustable Gastric Banding.

Baca juga: Awas, Obesitas Bisa Melemahkan Fungsi Ginjal

Di Indonesia sendiri, yang sedang naik daun adalah Sleeve Gastrectomy di mana 85 persen lambung pasien dibuang dan hanya menyisakan diameter yang hanya sekelingking.

Peter menjelaskan bahwa teknik ini cocok untuk pasien yang IMT-nya tidak telalu tinggi atau malah sebagai langkah pertama bagi pasien yang IMT-nya tinggi sekali. Akan tetapi, teknik ini tidak dianjurkan bagi pasien yang memiliki indikasi GERD.

Sementara itu, Roux en Y Gastric Bypass direkomendasikan oleh Peter untuk pasien yang memiliki indikasi GERD dan suka makan makanan manis. Pasalnya, teknik yang menyambungkan kerongkongan langsung ke usus ini menyebabkan efek dumping bila pasien terlalu banyak makan makanan manis. Efek dumping ini meliputi sakit perut dan sakit kepala.

Bila dibanding dengan Sleeve Gastrectomy, teknik ini lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan efeknya bertahan lebih lama. Oleh karena itu, Peter cenderung lebih merekomendasikan Roux en Y Gastric Bypass daripada Sleeve Gastrectomy.

Akan tetapi, bila pasien ingin yang tindakannya lebih minimal, maka Mini Gastric Bypass bisa menjadi pilihan yang lebih sesuai.

Baca juga: Kasus Titi Wati, Mungkinkah Jadi Obesitas karena Gorengan dan Air Es?

Kemudian, ada Laprascopic Adjustable Gastric Banding di mana lambung diberi alat untuk mengikat. Teknik ini tidak membutuhkan banyak modifikasi usus, tetapi membutuhkan lebih banyak kerjasama dari pasien. Pasalnya, pasien harus meminta dokter untuk mengencangkannya agar alat pengikat dapat bekerja dengan efektif.

“Ini berhasil di Australia, tetapi gagal di negara lain arena pasiennya nakal (tidak menurut),” ujar Peter.

Meskipun tim dokter Rumah Sakit Pondok Indah melaksanakan bedah bariatrik secara lapraskopik atau melalui beberapa sayatan yang diameternya hanya 5-12 milimeter, tindakan ini tetap memiliki risikonya. Oleh karena itu, Peter tidak menyarankannya bagi pasien yang IMT-nya di bawah 27,5.

“(Bedah bariatrik) mahal dan berisiko. Kalau harus menurunkan 100 kilogram, ya setimpal karena bisa menurunkan 70 kilogram. Tapi kalau kelebihan berat badannya hanya 10 kilogram kan enggak pantas antara keuntungan dan kerugiannya,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com