Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daryono BMKG: Gaya Pembangkit Gempa Lombok Timur Masih Misteri

Kompas.com - 18/03/2019, 19:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Kemarin Minggu (17/3/2019), Lombok timur diguncang gempa berkekuatan M 5,4 dan M 5,1 pada pukul 14.07 WIB dan 14.09 WIB.

Selain merusak bangunan, gempa ini juga memicu dampak ikutan bencana (collateral hazard) berupa longsoran lereng yang menelan korban jiwa.

Daryono selaku Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG mengatakan, jika kita mencermati pemutakhiran (update) peta tingkatan guncangan (shake map) produk BMKG, tampak bahwa dampak gempa yang berpusat di Lombok timur memang berpotensi merusak (destruktif).

Di wilayah Kabupaten Lombok Timur khususnya daerah Sembalun dan sekitarnya dampak guncangan mencapai skala intensitas V-VI MMI yang berpotensi merusak. Sementara di wilayah Kabupaten Lombok Utara guncangan kuat terjadi mencapai skala intensitas IV-V MMI.

Baca juga: Gempa M 5,8 Guncang Lombok Timur, Apa Bedanya dengan Lindu Juli Lalu?

Peta guncangan gempa terbukti akurat, karena berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dampak gempa telah membuat sekitar 499 rumah rusak ringan dan 28 rumah rusak berat.

Selain menimbulkan kerusakan rumah, gempa juga memicu terjadinya dampak ikutan bencana berupa longsoran lereng.

Longsoran akibat guncangan gempa ini terjadi di Kawasan Wisata Air Terjun Tiu Kelep di Kabupaten Lombok Utara yang berjarak sekitar 24 km arah barat laut dari pusat gempa (episenter). Dilaporkan beberapa orang  tertimpa material longsoran.

Terjadinya peristiwa longsoran pasca gempa kuat memang lazim terjadi di daerah perbukitan tua, karena pada saat terjadi gempa kuat di kawasan perbukitan terjadi peningkatan percepatan getaran tanah akibat efek topografi.

"Jika kondisi lereng sedang dalam kondisi tidak stabil maka peristiwa longsor dapat terjadi," ujar Daryono dalam keterangan resmi untuk Kompas.com, Senin (18/3/2019).

Kondisi ketidakstabilan lereng di kawasan Wisata Air Terjun Tiu Kelep sangat mungkin terjadi, karena wilayah ini merupakan kawasan yang sering kali mengalami guncangan gempa kuat saat Gempa Lombok Juli-Agustus 2018.

Di mana saat itu gempa kuat terjadi silih berganti sebanyak lima kali dengan kekuatan M 6.4, M 7.0, M 5,8, M 6,2, dan M 6.9.

"Tidak hanya guncangan gempa kuat, gempa Lombok tahun 2018 juga diikuti gempa susulan lebih dari 2.456 kali," imbuh Daryono.

Sumber BPBD Provinsi NTB juga melaporkan dampak gempa sementara yaitu adanya korban meninggal sebanyak 3 orang (2 wisatawan Malaysia dan 1 warga Bayan Lombok Utara) dan korban luka-luka sebanyak 62 orang.

Hingga pukul 11.00 WIB Senin 18 Maret 2019 siang, hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi 45 kali aktivitas gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar M 5,1 dan magnitudo terkecil M 1,9.

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa ini termasuk dalam klasifikasi gempa kerak dangkal akibat (shallow crustal earthquake)  aktivitas sesar lokal di sebelah tenggara Gunung Rinjani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com