Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Sejarah Majapahit, Kerajaan Terbesar di Nusantara

Kompas.com - 12/03/2019, 20:34 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Penemuan jejak masa keemasan Majapahit di kawasan Sekarpuro, Malang, Jawa Timur mengingatkan kita kembali bahwa dahulu ada kerajaan besar di Nusantara.

Saat mendengar kata Majapahit, ingatan kita mungkin akan kembali ke guru sejarah yang menerangkan bahwa Majapahit adalah kerajaan besar yang berpusat di Jawa Timur.

Beberapa sumber terpercaya menyebut kerajaan Majapahit berkuasa cukup lama, sekitar tahun 1293 sampai 1500 M.

Namun sayangnya, hanya sedikit bukti sejarah tentang Majapahit yang bisa dijadikan kilas balik. Majapahit seperti ditelan bumi, peninggalan bekas kerajaan tersohor ini minim ditemukan. Lokasi persis di mana pusat kerajaannya pun masih menjadi misteri.

Sebagai gantinya, Majapahit lebih banyak meninggalkan mitos dan cerita folklore.

Mengingat kembali tentang Majapahit, berikut 5 fakta tentang kerajaan Hindu-Budha terakhir yang mengusai Nusantara dan dianggap sebagai yang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Baca juga: 5 Fakta Temuan Koin Emas Zaman Majapahit di Malang, Jadi Jarahan Warga hingga Dijual Rp 100.000 per Koin

1. Pendiri Majapahit

Ilustrasi Raden Wijaya Ilustrasi Raden Wijaya

Majapahit tak akan ada jika Raden Wijaya tidak membangunnya. Dia adalah pendiri sekaligus raja pertama Majapahit yang lihai dalam berstrategi.

Namun, siapakah Raden Wijaya dan dari mana dia berasal?

Raden Wijaya adalah sebutan yang lazim digunakan untuk menyebut pendiri kerajaan Majapahit oleh para sejarawan.

Namun saat dia hidup sekitar abad ke-13, kita belum mengenal istilah Raden. Nama Wijaya sendiri ada di kitab Paraton yang ditulis sekitar abad ke-15.

Dalam kitab Nagarakertagama, tertulis pendiri kerajaan Majapahit adalah Dyah Wijaya. Dyah adalah gelar kebangsawanan dan merupakan cikal bakal gelar "Raden".

Namun nama aslinya adalah Nararya Singgramawijaya, sesuai dalam prasasti Kudadu yang dibuat Wijaya pada 1294.

Menurut kitab Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Cempaka yang merupakan pangeran Singasari. Dia tumbuh di istana kerajaan Singasari. Namun, ada banyak informasi berbeda terkait asal usul Raden Wijaya.

Baca juga: Ada Tulisan Arab pada Nisan, Bisakah Jadi Bukti Kesultanan Majapahit?

2. Masa Kejayaan dan peran Hayam Wuruk

Ilustrasi Hayam Wuruk, raja keempat Majapahit yang mencapai puncak kejayaan Ilustrasi Hayam Wuruk, raja keempat Majapahit yang mencapai puncak kejayaan

Kerajaan yang berdiri sekitar 1293 hingga 1500 M ini mencapai puncak kejayaan saat dipimpin Hayam Wuruk yang berkuasa sejak 1350 sampai 1389.

Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, daerah kekuasaan mencakup seluruh nusantara, yakni meluas sampai ke Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sekitar 98 kerajaan pada saat itu ada di genggaman Majapahit.

Hayam Wuruk menjadi pemimpin saat usianya 16 tahun. Meski sangat muda, tindak tanduknya memimpin kerajaan tertuang dalam  Nagarakertagama. Tertulis tidak ada satupun yang mampu mengganggu kedamaian pemerintahannya.

Dia adalah raja keempat kerajaan Majapahit setelah mewarisi tahta ibunya, Tribhuwana Tunggadewi atau putri Raden Wijaya.

Baca juga: Meski Nyata, Koin Bertulisan Arab Bukan Bukti Kesultanan Majapahit

3. Panglima tertinggi Gajah Mada

Mahapatih Gajah MadaWikipedia Mahapatih Gajah Mada
Keberhasilan Hayam Wuruk tak lepas dari pengaruh Gajah Mada.

Menurut Negarakertagama, dia adalah panglima tertinggi, mahapatih, sekaligus tangan kanan Hayam Wuruk.

Diperkirakan Gajah Mada lahir pada awal abad ke-14 dari kalangan rakyat biasa. Untuk menjadi bagian pasukan kerajaan, dia harus menempa diri melebihi orang lain dan menjadi Maha Patih tidak didapat dengan cuma-cuma.

Gajah Mada diyakini sebagai Lembu Muksa atau titisan dari Dewa Wisnu. Dengan keyakinan masyarakat tersebut, Gajah Mada mendapat legitimasi yang sangat kuat dari seluruh rakyat Majapahit, sehingga mendapatkan dukungan kepatuhan yang kuat dari rakyat dan kepercayaan yang besar dari Raja.

Awal kariernya dimulai sebagai anggota prajurit Bhayangkara. Karena kemampuannya, ia pun diangkat menjadi Bekel atau Kepala Prajurit Bhayangkara dengan tugas memimpin pasukan pengaman dan pengawal Raja.

Pada 1321, dia dipromosikan menjadi Patih di Daha, wilayah yang lebih luas dibanding sebelumnya, menggantikan Arya Tilam. Di sana, Gajah Mada mendapat pendidikan, pelatihan, dan bimbingan dari Maha Patih Maja Patih saat itu, yaitu Arya Tadah.

Melihat kemampuan Gajah Mada yang luar biasa tampaknya membuat Arya Tadah sengaja mengkader Gajah Mada untuk menggantikan posisinya kelak.

Baca juga: Agama Gajah Mada dan Majapahit yang Sebenarnya Akhirnya Diungkap

4. Sumpah Palapa

Sumpah Palapa sebenarnya adalah janji politik yang diucapkan Gajah Mada ketika dilantik sebagai Maha Patih.

Ini adalah janji yang sangat melegenda hingga saat ini dan mungkin akan selalu dikenang.

Berikut Sumpah Palapa seperti dimuat dalam kitab Pararaton:

"Sira Gajah Mada Pepatih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman ingsun amukti palapa.”

Artinya :

Beliau Gajah Mada menjabat Patih Mangkubumi tidak ingin menikmati palapa, beliau Gajah Mada berkata : “Kalau sudah kalah seluruh Nusantara, saya akan menikmati palapa : Kalau sudah kalah Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang (Semenanjung), Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik (Singapura), pada waktu itulah saya menikmati palapa.

Janji politik yang benar-benar diwujudkannya untuk menyatukan Nusantara, yaitu kawasan yang lebih besar dari Indonesia tapi meliputi seluruh semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura), Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda kecil, Bali, Maluku, Papua, hingga wilayah Darwin (Australia).

Baca juga: Sumpah Palapa Gajah Mada, Apa Sebenarnya Maknanya?

5. Runtuhnya Majapahit

Kematian Gajah Mada pada 1364 menjadi awal redupnya kejayaan Majapahit. Namun belum ada yang dapat memastikan penyebab kematian sang Maha Patih.

Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk sangat terpukul dan menolak menunjuk Maha Pahit lain. Alasan Hayam Wuruk melakukan itu karena dia berutang budi pada Gajah Mada yang membawa puncak keemasan dan sangat menghormatinya.

Baca juga: Gajah Mada Islam atau Tidak, Itu Tidak Penting...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau