Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Mematikan hingga Tak Berbahaya, Kenapa Bisa Ular Berbeda-beda?

Kompas.com - 10/01/2019, 19:06 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Ular dikenal sebagai hewan yang memiliki racun. Fakta ini membuat mereka menjadi pemangsa yang mematikan dan menimbulkan rasa takut pada manusia serta hewan lain.

Namun tingkat bisa atau racun pada masing-masing ular tidaklah sama. Beberapa spesies seperti ular kobra dan ular derik memiliki racun jauh lebih banyak daripada yang mereka butuhkan. Dalam satu cadangan racun saja, mereka memiliki potensi untuk membunuh ribuan hewan mangsa dan beberapa manusia dewasa.

Sementara itu, spesies lain seperti ular laut marmer hanya memiliki sedikit racun yang lemah dan tidak berbahaya untuk manusia.

Lantas, mengapa racun tiap ular ini bisa bervariasi? Pertanyaan inilah yang telah lama membingungkan para ilmuwan. Beberapa hipotesis berusaha untuk memberi penjelasan atas pertanyaan yang belum terjawab ini.

Baca juga: Berukuran Sama Besar, Ular Berbisa Menelan Ular Lain di Australia

Kini, gabungan peneliti Internasional berhasil mengungkap mengapa racun ular berbeda satu sama lain atau bahkan lebih mematikan daripada yang lain.

Studi yang baru saja diterbitkan dalam jurnal Ecology Letters ini melakukan penelitian dengan membandingkan catatan potensi dan kuantitas racun dari lebih dari 100 spesies ular berbisa.

Hasilnya, peneliti menemukan bukti kuat bahwa racun telah berevolusi menjadi lebih kuat untuk membunuh hewan yang sering dimangsa ular. Kevin Healy, penulis utama penelitian ini menyebut jika temuan ini merupakan hal yang masuk akal dari sudut pandang evolusi.

"Evolusi akan membentuk racun menjadi lebih efisien untuk membunuh mangsa yang sering menjadi sasaran ular," jelasnya.

Contohnya saja, kita tidak akan menemukan tikus di laut, jadi ular laut tidak akan mengembangkan racun yang lebih efektif untuk membunuh tikus daripada ikan.

Baca juga: Ahli: Kasus Gigitan Ular Pascatsunami Selat Sunda Hal Wajar

Penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah racun ular tergantung pada ukuran dan lingkungan tempat tinggalnya.

"Kami menemukan bahwa spesies ular di darat memiliki racun terbanyak, dibandingkan ular yang tinggal di pohon dan air," kata Dr Andrew Jackson, peneliti dari Trinity College Dublin.

Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh seberapa sering ular bertemu mangsa di lingkungan yang berbeda.

Hasil penelitian ini pun akhirnya dapat membantu pemahaman kita dalam hal gigitan ular pada manusia.

"Gigitan ular adalah masalah utama di seluruh dunia. Setidaknya ada 2,7 juta kasus setiap tahun. Memahami bagaimana racun berevolusi dapat membantu kita mengidentifikasi risiko denganlebih baik dari berbagai kelompok ular," kata Dr. Chris Carbone dari Institute of Zoology London.

Penelitian ini juga dapat membantu para peneliti memprediksi potensi racun pada spesies yang belum diuji, dan bahkan menentukan potensi yang bermanfaat untuk kesehatan seperti pengembangan obat misalnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber PHYSORG

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com