KOMPAS.com – Keberadaan burung di sekitar pesawat terbang yang akan atau sedang mendarat, kerap menjadi alasan mengapa sebuah penerbangan ditunda atau bahkan pendaratan dibatalkan.
Tidak hanya satu jadwal penerbangan, keberadaan gerombolan burung juga berpotensi melumpuhkan aktivitas sebuah bandara.
Hal ini baru saja terjadi di Bandara Internasional Adi Soetjipto, Yogyakarta, pada pekan lalu. Hal itu terjadi selama beberapa jam di pagi hari, dan menyebabkan banyak jadwal penerbangan terganggu.
Namun, setelah dilakukan penanganan dan kawanan burung tersebut berhasil disingkirkan, bandara pun kembali diaktifkan.
Lalu, sebenarnya apa yang membuat burung-burung ini membahayakan bagi sebuah penerbangan pesawat?
Dilansir dari Independent, keberadan rombongan burung di landasan memang menjadi ancaman serangan bagi pesawat yang akan terbang maupun mendarat di lokasi itu.
Kemudian, apabila "serangan" burung terjadi saat berada di udara, pesawat akan diminta untuk melakukan pendaratan darurat. Atau jika masih memungkinkan, pesawat diminta kembali ke bandara pemberangkatan. Penumpang pun akan diarahkan untuk segera memilih penerbangan yang baru.
Burung yang bertabrakan dengan pesawat dapat mengakibatkan kerusakan yang membahayakan penerbangan. Kerusakan ini biasanya tidak terlihat secara kasat mata sehingga harus dilakukan pemeriksaan secara teliti.
Meski begitu, sebenarnya risiko terjadinya gangguan karena adanya burung itu sangat kecil. Di Inggris, serangan burung terjadi setiap 8 dari 10.000 penerbangan. Kemudian dari semua itu, hanya 5 persen yang berakibat buruk pada penerbangan.
Baca juga: Bandara Adisutjipto yang Tutup Akibat "Serangan" Burung Sudah Bisa Didarati
Setiap pesawat sudah didesain sedemikian rupa, tahan dengan beban berat, benturan hebat dan hal buruk yang mungkin terjadi selama penerbangan, misalnya badai dan petir.
Pesawat masih bisa tetap beroperasi meskipun ada kerusakan kecil di bagian baling-baling atau mesin, karena ada burung yang masuk tertelan.
Pun ketika ada rombongan burung yang menabrak kaca kokpit, ini tidak akan menjadi masalah besar. Kaca kokpit pesawat sudah didesain dengan tiga lapisan akrilik, untuk menghadapi badai di udara.
Jadi, serangan burung tidak menjadi serangan yang berarti saat menghantam bagian depan kokpit pesawat. Kalau pun lapisan terluar mengalami kerusakan, masih ada dua lapisan dibelakangnya yang berfungsi dengan baik.
Meskipun risiko kecil, risiko tetap ada dan harus diwaspadai.
Akan tetapi, risiko itu bisa besar jika burung itu ada yang terhisap ke dalam mesin. Ini seperti yang dialami penerbangan US Airways 1549 yang dipiloti Chesley B ”Sully” Sullenberger III atau Sully.
Penerbangan yang kemudian mendarat darurat di Sungai Hudson, New York itu mengalami gangguan akibat mesin pesawat mati yang diduga karena serangan burung. Kisah ini sendiri menginspirasi film Sully (2016) yang dibintangi Tom Hanks.
Baca juga: Bandara Adisutjipto Diserbu Burung-burung, Penerbangan Ditutup
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak bandara untuk mengantisipasi keberadaan burung-burung di sekitar pesawat. Misalnya, dengan memainkan suara burung predator dan petir sehingga mereka menjauh.
Namun, keberadaan burung di bandara masih terus ada hingga saat ini, karena kawasan bandara memiliki kawasan yang lapang dan ditumbuhi pohon-pohon. Kawasan itu disukai oleh kawanan burung.
Selain itu, sebuah sistem baru tengah dirancang oleh para ilmuwan untuk dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi akibat serangan burung, sehingga pilot sudah bisa mengetahui kerusakan apa yang terjadi.
Saat pesawat mendarat di bandara, peralatan yang diperlukan untuk memperbaiki pesawat sudah tersedia dan pesawat langsung dapat dieksekusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.