Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Kecam Video Viral Anak Beruang Daki Lereng Salju, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 09/11/2018, 12:05 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com — Video tentang anak beruang yang mendaki lereng salju mendadak viral. Dalam unggahannya di media sosial, narasi yang disertakan adalah video tersebut merupakan bukti nyata dari kekuatan kegigihan.

Namun, bukan itu yang dilihat oleh para pakar alam liar. Mereka justru mengecam video yang diberi latar musik agar terbangun atmosfer menggemaskan itu.

Dalam video berdurasi 3 menit tersebut terlihat seekor anak beruang dan induknya berusaha mendaki sebuah lereng bersalju yang terjal.

Sang induk mulai mendaki, dan meski beberapa kali tergelincir, ia dengan cepat mencapai puncak. Sayangnya, ini tidak berlaku bagi anak beruang.

Ia kehilangan pijakan beberapa kali dan membuatnya meluncur jauh ke bawah. Tapi, anak beruang ini tidak menyerah dan terus berusaha mendaki hingga akhirnya bisa mencapai puncak bersama sang induk.

Masalah datang ketika kita memperbesar fokus rekaman pada momen anak beruang itu hampir mencapai puncak dan kembali bersama induknya pada menit 1.55. Secara misterius, induk beruang itu justru menghalau anaknya yang akan sampai puncak.

Bagian ini menjadi perhatian para pakar satwa liar. Bahkan, mereka mengecam video tersebut.

Alasannya...

Tentu kecaman tersebut tidak datang tanpa sebab. Para ahli biologi menyebut operator drone yang memfilmkan peristiwa tersebut tidak bertanggung jawab dan bisa mendorong pasangan induk-anak beruang itu dalam situasi berbahaya.

"Saya menemukan video ini sebagai sesuatu yang sulit ditonton," ungkap Sophie Gibert, ahli ekologi dari University of Idaho dikutip dari The Atlantic, Kamis (08/11/2018).

Baca juga: Gunakan Drone, Peneliti Ungkap Kandungan Air yang Disemburkan Paus

Gilbert merupakan salah satu pakar yang mempelajari tentang pengaruh drone terhadap satwa liat.

"Ini menunjukkan kurangnya pemahaman yang sangat jelas dari operator drone tentang efek tindakannya terhadap beruang," imbuhnya.

Tak hanya para ahli, kekecewaan juga datang dari beberapa pilot pesawat tak berawak lainnya. Salah satunya adalah Clayton Lamb daru University of Alberta.

Lamb sebenarnya juga beberapa kali menggunakan drone untuk mempelajari dan memetakan area tempat tinggal beruang grizzly di Canadian Rockies.

"Tidak masalah seberapa jauh drone mengambil video tersebut, karena saya dapat mengetahui dari perilaku beruang itu bahwa drone terlalu dekat," kata Lamb.

Bagi Lamb, latar tempat tersebut sebenarnya sudah mencurigakan. Dengan anak beruang yang masih kecil dan rentan, tidak mungkin induk beruang akan memilih untuk melintasi lereng bersalju yang curam dan licin.

"Tidak ada alasan seorang induk beruang untuk menerima risiko itu, kecuali mereka 'dipaksa' masuk ke dalamnya," tegas Lamb.

Lamb mencatat, sepanjang video tersebut, sang induk terus menerus menatap drone itu. Ini menunjukkan bahwa ia jelas terganggu pada kehadiran drone itu.

Seperti yang terlihat pada menit ke 1.55, drone tersebit menukik lebih dekat dengan pasangan beruang itu. Ini menjelaskan mengapa sang induk secara tak terduga mendorong anaknya hingga meluncur ke bawah.

Baca juga: Indonesia Bikin Drone 24 Jam untuk Awasi Kawasan Perbatasan

Induk beruang tersebut mungkin membaca aksi drone sebagai semacam serangan dan mencoba menjauhkan anaknya dari bahaya.

"Banyak orang berpikir bahwa drone itu bersuara tenang, seperti burung terbang atau pesawat kertas," kata Lamb.

Namun, pada kenyataannya, dalam jarak dekat drone bisa bersuara sangat keras dan bising.

Aturannya...

Sebetulnya, penggunaan drone untuk menangkap momen di alam liar telah sering digunakan. Tapi, para kru dokumenter ini selalu menyertakan ahli alam luar yang peka terhadap perilaku subyek mereka.

Sayangnya, menurut Lamb, ini yang tidak terjadi pada video viral tersebut.

Teknologi drone masih terhitung sangat baru. Ini membuat aturan tentang pengunaannya masih sedikit.

Di Amerika Serikat, misalnya, Sistem Taman Nasional telah melarang penggunaan drone dalam wilayahnya. Beberapa negara juga melarang pemburu menggunakan perangkat tak berawak itu untuk mencari target mereka.

Lembaga Penerbangan AS sebenarnya telah memiliki aturan pengoperasian drone. Hanya saja, aturan tersebut ditulis untuk melindungi manusia dan pesawat saja, belum merambah pada satwa liar.

Dengan memburu binatang sebagai bidikan rekaman, drone bisa mengejar satwa liat ke posisi yang berbahaya. Ini bisa kita lihat dalam video tersebut.

Selain itu, ketika drone merekam saat para hewan berburu, itu akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi.

Baca juga: Keampuhan Pemetaan Drone Alap-alap Diujicoba di Jalur Kereta Cepat

"Ini mengejutkan, penyalahgunaan tersebut dengan bangga diunggah karena mereka tidak tahu bagaimana seharusnya," kata Gilbert.

"Tidak ada pendidikan tentang itu. Tidak ada yang bajkan berbicara dengan orang lain tentang itu," imbuhnya.

Pedang Bermata Dua

Tak bisa dimungkiri, drone juga anugerah bagi para ahli biologi untuk mempelajari makhluk yang sulit dijangkau. Drone menjadi solusi yang murah, aman, dan tenang.

Namun, di tengah manfaat drone yang menarik itu, beberapa ahli mulai berpikir untuk mempelajari bagaimana hewan bereaksi terhadap drone.

Reaksi-reaksi tersebut sangat bervariasi tergantung pada spesies obyek, kecepatan drone mendekat, jalur penerbangannya, bentuknya, dan banyak lagi. Bahkan ketika hewan tidak terlihat terganggu dengan drone, mereka masih bisa tertekan.

Itu dibuktikan dalam sebuah penelitian yang melibatkan beruang hitam. Beruang hitam yang telah dipasangi monitor jantung diamati meningkatkan denyut jantung secara dramatis saat drone terbang di atas.

Untuk mengatasi itu, ada dua kelompok peneliti yang menyusun pedoman untuk menggunakan drone. Keduanya menekankan tindakan pencegahan dalam kasus-kasus di mana tidak jelas bagaimana spesies tertentu akan bereaksi.

"Pertama, jangan menyakiti," tulis Jarrod Hodgson dan Lian Pin Koh secara terbuka.

Sementara itu, Gilbert ingin para peneliti untuk lebih teliti mempelajari bagaimana drone mempengaruhi spesies yang berbeda.

"Kami dapat secara strategis berpikir tentang hewan mana yang akan sangat terpengaruh oleh drone dan memfokuskan penelitian kami di sana," katanya.

"Termasuk megafauna karismatik yang orang-orang akan targetkan sebagai pengguna rekreasi, hewan dengan predator udara alami, atau hewan yang menggunakan suara untuk mendeteksi predator," imbuhnya.

Studi semacam itu dapat berfungsi sebagai dasar tidak hanya pedoman bagi para ilmuwan, tetapi peraturan yang mempromosikan cara penggunaan yang lebih bijaksana dan lebih luas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau