KOMPAS.com — Seabad yang lalu, para ahli memperkirakan Bumi memiliki inti dalam yang lengket yang terbuat dari logam cair. Namun, semua pandangan itu berubah pada tahun 1930-an.
Inge Lehmann, ahli seismologi Denmark, menemukan tanda-tanda gelombang kompresi, gelombang yang mendorong bolak-balik melalui tubuh planet, pada bacaan seismik gempa besar yang terjadi di Selandia Baru.
Menurut dia, pola demikian menunjukkan kemungkinan besar bahwa gelombang tersebut terpantul dari pusat Bumi yang padat.
Baca juga: Bumi Sekarat, Stephen Hawking Ungkap Strategi Invasi Dunia Alien
Lehmann juga mengatakan, inti dalam Bumi ini juga kokoh. Selain itu, ukurannya sekitar tiga perempat ukuran Bulan kita, terbuat dari besi dan nikel, serta memiliki suhu sama panasnya dengan permukaan Matahari. Bahkan, mungkin ada kerumitan pada strukturnya.
Kini, pandangan tersebut telah berhasil dibuktikan.
Untuk kali pertama, ahli geologi mengonfirmasikan bahwa inti Bumi memang padat, meski tidak sekokoh seperti yang diungkapkan sebelumnya.
Studi yang dilakukan Australian National University (ANU) ini menganalisis gelombang seismik beramplitudo rendah bernama "J-phase", sejenis gelombang yang dapat melewati inti dalam planet.
Berkat metode baru tersebut, peneliti dapat mendeteksi gelombang seismik yang pelan dan akhirnya mengungkapkan detail lapisan terdalam planet ini.
"Kami menemukan inti dalam memang padat, tetapi kami juga menemukan bahwa inti dalam lebih lembut dari yang diperkirakan sebelumnya," kata Professor Hrvoje, peneliti yang terlibat dalam studi ini.
"Inti dalam Bumi memiliki beberapa sifat elastis yang sama dengan emas dan platinum," tambahnya.
Baca juga: Apakah Bumi Terlahir Basah atau Kering?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.