Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam 15 Tahun, 130 Harimau Sumatera Terjerat dan Semuanya Mati

Kompas.com - 28/09/2018, 07:30 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Populasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) kini tinggal ratusan, 600 tepatnya dengan skenario optimistis. Mirisnya, kematian spesies ikonik itu dalam kurun waktu 15 tahun juga mencapai ratusan.

Sekretaris Jenderal Forum Harimau Kita, Erlinda C Kartika, menguraikan bahwa berdasarkan data, ada 1065 kasus konflik manusia dengan harimau Sumatera antara tahun 2001 hingga 2016.

Dari jumlah tersebut, konflik terbanyak adalah harimau yang melintas di pemukiman (375 kejadian) dan harimau yang memangsa ternak (376 insiden). Sementara konflik dalam bentuk harimau menyerang manusia sebanyak 184 insiden.

Kasus harimau terkena jerat memang lebih sedikit tetapi akibatnya fatal. “Dari 130 harimau yang terkena jerat, semuanya mati,” ungkap Erlinda saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (27/9/2018).

Munawar Kholis, Ketua Forum Harimau Kita, mengatakan bahwa kasus harimau bunting mati akibat jerat di Suaka Margasatwa Rimba Baling, Kuansing, Riau, menambah kasus konflik yang berakhir memilukan.

Sunarto, ahli ekologi satwa liar dari WWF Indonesia mengungkapkan, konflik harimau dan kematian akibat jerat adalah fenomena gunung es. Jumlah kasus yang sebenarnya mungkin saja lebih besar tetapi tidak terekspos.

"Yang kita temukan itu kan hanya jerat yang masih aktif. Tapi berapa banyak jerat yang mematikan harimau yang langsung dibunuh dan diperdagangkan pemburu? Saya kira ini jauh lebih banyak,” jelas Sunarto.

Pemasang jerat, jika tertangkap, biasanya akan berdalih memasang jerat untuk memerangkap satwa yang menjadi hama pertanian. Padahal, jerat itu memang berfungsi untuk menjerat satwa liar untuk diperdagangkan.

Karena dalih itu sering dipakai, Sunarto menyarankan, "Metode atau alat untuk pengendalian hama pertanian harus diatur lebih detil sehingga tindakan kematian harimau dapat dicegah lebih dini."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com