KOMPAS.com - Junk food atau makanan rendah gizi sering kali dikaitkan dengan risiko kesehatan tubuh. Tapi, menurut penelitian terbaru, jenis makanan tersebut juga disebut terkait dengan risiko depresi.
Temuan ini didapatkan oleh peneliti dari Inggris, Spanyol, dan Australia setelah meneliti 41 studi tentang hubungan diet dan depersi.
"Pola makan yang pro-inflamasi bisa memicu peradangan sistemik, dan ini dapat secara langsung meningkatkan risiko depresi," ungkap Dr Camille Lassale, penulis utama penelitian ini dikutip dari The Guardian, Rabu (26/09/2018).
Baca juga: Polisi Berprestasi Itu Dimutasi dan Dicopot dari Jabatannya Imbas Kasus Pemerasan Penonton DWP...
Peneliti dari University College London itu juga menambahkan, pola makan yang buruk bisa meningkatkan risiko depresi secara signifikan.
Menurut analisis, makanan yang mengandung banyak lemak, gula, atau terlalu lama dimasak (dalam hal ini junk food) bisa menyebabkan peradangan bukan hanya di usus tetapi di seluruh tubuh.
Hal ini dikenal sebagai peradangan sistemik.
"Sifat kimia dalam usus sangat mirip dengan kimia di otak. Jadi tidak mengherankan bahwa hal-hal yang mempengaruhi usus dapat mempengaruhi otak juga," kata Dr Cosmo Hallstrom, ahli depresi dari Royal College of Psychiatrists.
Baca juga: Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat?
Peradangan semacam ini biasanya dipicu pola hidup buruk seperti merokok, polusi, kegemukan, dan kurang olahraga.
"Peradangan kronis bisa mempengaruhi kesehatan mental dengan mengangkut molekul pro-inflamasi ke otak, itu juga bisa mempengaruhi molekul - neurotransmitter - yang bertanggung jawab untuk regulasi suasana hati," tutur Lassale.
Meski begitu, para peneliti mengingatkan hubungan antara pola makan buruk dengan depresi adalah kausal dan bukan hanya sebuah asosiasi.
Baca juga: Hati-hati, Satu Kali Makan Junk Food Tingkatkan Risiko Diabetes!
Ini karena mereka tidak menemukan orang-orang yang depresi punya kecenderungan makan rendah gizi.
"Pola makan yang buruk bisa meningkatkan risiko depresi karena ini adalah hasil penelitian longitudinal yang tidak melibatkan orang dengan depresi pada awal penelitian," ujar Lassale.
"Oleh karena itu, penelitian ini melihat bagaimana pola makan pada dasarnya berhubungan dengan kasus depresi baru," tambahnya.
Baca juga: Cara Beli Token Agar Dapat Diskon Listrik 50 Persen Januari-Februari 2025
Untuk menguji kembali temuannya, para peneliti juga sempat melakukan percobaan acak.
"Pada percobaan acak terbaru ditunjukkan efek menguntungkan dari perbaikan pola makan pada depresi, sekarang ada argumen kuat yang mendukung pola makan sebagai arus utama dalam pengobatan psikiatri," kata Dr Tasnine Akbaraly, salah satu peneliti yang terlibat.
"Temuan penelitian kami mendukung konseling pola makan rutin sebagai bagian dari janji temu dokter, terutama dengan praktisi kesehatan mental," sambungnya.
Baca juga: Sempat 4 Hari Koma Usai Melahirkan, Paramitha Rusady: Orang Anggap Mungkin Enggak Lama
Laporan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Psychiatry tersebut juga menemukan bahwa perbaikan pola makan dengan diet tradisional Mediterania memperkecil risiko depresi.
Itu karena ikan, buah, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran dalam pola diet ini membantu melindungi otak dari risiko depresi.
"Penelitian skala besar ini memberikan bukti lebih lanjut yang mendukung bahwa makan makanan yang sehat dapat meningkatkan suasana hati kita dan membantu memberi lebih banyak energi," ujar Profesor Helen Stokes-Lampard, ketua dokter umum di Royal College.
"Ini menambah daftar panjang penelitian yang menunjukkan bahwa apa yang kita makan bisa berdampak pada kesehatan mental kita," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Tren
Properti
News
Bola
Tren
News
News
News
Regional
Regional
Hype
News
News
Prov